16 Juni 2008


MALAYSIA ADALAH NEGARA TERAKHIR BUAT SAYA


Terkadang sakit hati acapkali membuahkan frustasi, kenekatan pun takkan bisa terkendali. Tentu saja akal sehat disini tak berarti lagi, yang ada hanya emosi. Saking cintanya pada seseorang, ia nekat memutuskan untuk berangkat ke Malaysia meski tanpa restu dari orang tuanya.

Ny. Nanik menceritakan bahwa dirinya tak tahu menahu akan niat putrinya ke Malaysia. Tahu tahu 2 hari sebelum keberangkatan, ia baru dipamiti. Saat itu ia berusaha membujuk putri kesayangannya, apapun yang Lina minta akan dituruti. Bukan itu saja, Ny. Nanik pun berusaha menggagalkannya dengan mendatangi agen yang akan memberangkatkan Lina. Sayangnya ia terlambat, semua berkas telah siap dan tak mungkin bisa digagalkan. Bisa –bisa malah ia kena denda ratusan juta karena penggagalan.

Melihat niatan Lina yang begitu kuat, ia pun tak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali dengan berat hati memberinya ijin untuk berangkat. Sebenarnya tekad Lina ke Malaysia itu karena rasa sedihnya harus berpisah dengan keponakannya Nia. Nia adalah gadis 5 tahun yang sangat manis, sejak kecil Nia telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya ke Singapura. Lina yang merawatnya bak seorang ibu hingga tumbuh menjadi gadis 5 tahun yang cantik. Namun sepulangnya dari Singapura, Nia pun dibawa oleh kedua orang tuanya ke Batam. Tentu saja Lina sangat sedih karena harus berpisah dengan belahan hatinya. “Sepeninggal Lina ke Malaysia, tentu saja rumah menjadi sangat sepi. Apalagi Nia juga nggak ada,” ujarnya.

Hanya berselang 3 bulan, tragedi itu menimpa keluarga Ny. Nanik. Putri kesayangannya itu telah di tuduh membunuh majikannya Soon Lay Chuan di Malaysia. Wanita ini sebenarnya sangat tegar dalam menghadapi kejamnya hidup, namun setegar apapun batu karang, lambat laun akan hancur ketika diterjang ombak badai. Ny. Nanik pun bingung tak tau apa yang harus dilakukan. Satu-satunya yang ia ingat adalah menemui PJTKI PT. Jatim Sukses Karya Bersama (PT. JSKB) yang telah memberangkatkan putrinya ke Malaysia. Saat itu pihak manajemen PT JSKB menjanjikan akan secara all out membantu meringankan ancaman hukuman yang diberikan kepada Herlina. Bahkan, PT JSKB siap mengeluarkan berapa pun anggaran yang dibutuhkan untuk mendampingi Herlina ketika menjalani proses hukum di Malaysia. Selain itu, Ny Nanik juga dijanjikan berangkat ke Malaysia untuk menemui anaknya dengan kesepakatan ia tak boleh mengumbar persoalan putrinya kepada publik melalui media massa. Saat itu Ny. Nanik tak bisa berbuat apa-apa kecuali menyanggupi permintaan PT. JSKB untuk tutup mulut. Ia begitu percaya bahwa persoalan Lina akan bisa ditangani oleh PT tersebut karena yang memberangkatkan putrinya ke Malaysia.

Dalam kesedihannya itu, Ny. Nanik memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan catering yang telah membuatnya menjadi berkecukupan. Ia memutuskan untuk menjual mobil dan tanahnya yang ada di Keputih untuk makan sehari-hari. Keluarga ini menjadi keluarga yang sangat tertutup, sampai akhirnya tak tahan dengan dunia luar. Akhirnya Ny. Nanik dan keluarga pun memustuskan untuk pindah ke sidoarjo desa Sidorono. Hutan bambu pun dipilihnya sebagai tempat persembunyian dengan keyakinan bahwa PT. JSKB nanti akan mampu membebaskan putrinya selama ia mau diam dan tidak membocorkan kasus Herlina kepada publik.

Selama kurun waktu 3 tahun Ny. Nanik bungkam dan mengasingkan diri sembari menunggu hasil dari PT. JSKB. Sayangnya kenyataan berkata lain, janji tinggal janji. PT. JSKB ternyata hanya mengumbar kata-kata manis dan kebohongan belaka. "Mereka tak pernah mengurusi kasus yang menimpa anak saya, saya sempat beberapa kali datang ke agen (PT JSKB) dan Depnaker. Ternyata di Depnaker katanya anak saya belum terdaftar sebagai TKW resmi yang bekerja di Malaysia. Jadi, anak saya itu TKW gelap. Dan saya mengetahui pertama kali kasus anak saya malah dari TV, bukan dari agen yang memberangkatkan Herlina," ungkapnya dengan mata menerawang.

3 tahun lamanya Ny. Nanik menyimpan penderitaannya sendiri, keluarga terdekat dan tetangga pun tak ada yang tahu. Uang tabungan hasil ia bekerja selama ini sudah habis ia gunakan. Dengan terpaksa ia harus bekerja keras, pekerjaan seperti tukang ojek dan tukang becak pun ia lakoni. Benar-benar wonder woman, maklum perempuan paruh baya ini sejak menikah sudah menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya Soetrisno adalah seorang petani biasa yang bekerja di Malang. Sebulan sekali baru pulang untuk sambang keluarga. Tanah, mobil, rumah, perhiasan, sudah ia jual semuanya untuk kebutuhan sehari-hari.

Nasib Ny. Nanik semakin memprihatinkan. Namun ditengah keputusasaannya dalam menantikan kabar Lina, iapun terpaksa bercerita kepada salah satu tetangga di Surabaya yang juga seorang pengacara. Kebetulan pengacara ini menawarkan jasa untuk membantunya. Saat itulah kasus Lina muncul ke permukaan, dan jelas saja, berbagai media baik cetak maupun elektronik akhirnya mengungkap tentang kasus Herlina.
Pada 14 November 2004, Herlina divonis hukuman mati oleh pengadilan Malaysia karena terbukti membunuh majikannya. Soon Lay Chuan tewas pada peristiwa perkelahian yang sebetulnya mengancam jiwa Herlina. Namun, rupanya Tuhan punya rencana lain. Melalui pengacara T. Vijayandran, KBRI Kuala Lumpur pada tanggal 5 November 2004 melakukan permohonan banding ke Mahkamah Rayuan Putra Jaya (Appeal Court), dan pada persidangan tanggal 10 Agustus 2005, hakim mengubah vonis dari hukuman mati menjadi hukuman selama 18 tahun penjara dipotong 1/3 masa tahanan.

Perjuangan semua pihak untuk membantu dan mendukung Herlina tak pernah putus, demontrasi menuntut pemerintah dan PJTKI untuk serius mengurus kasus Herlina akhirnya membuahkan hasil. Akhirnya Lina resmi keluar pada 14 April 2008, masa 2/3 dari proses hukumannya. Tentu saja Ny. Nanik dan keluarga sangat bahagia, penderitaan itu akhirnya terbayar dengan berkumpulnya lagi Herlina bersama keluarga.
Ny. Nanik memang tidak mau bercerita banyak tentang putrinya, karena membuka masalah itu berarti membuka luka lama. Akhirnya dengan kebaikan Ny. Nanik, sayapun berhasil mendapatkan nomor ponsel Lina untuk berbagi kebahagiaan.

Di lain kesempatan, saya mencoba menghubunginya lewat posel, suara dengan logat melayu itu begitu ramah menyapa. Tentu saja ia sudah menduga bahwa saya adalah wartawan yang sempat mencarinya kerumah. Saya masih ingat dengan pesan dari Ny. Nanik untuk tidak menyinggung tragedi itu. Akhirnya saya berusaha mencairkan suasana dengan menanyakan tentang kegiatannya selama di penjara. Gadis yang memeluk Islam setahun setelah di penjara tersebut tak pernah membayangkan bakal tertimpa musibah yang amat berat. Saat itu, yang terlintas di benaknya hanyalah bayangan ibunya dan Nia, keponakan yang sudah ia anggap sebagai anak angkatnya. "Saya sedih sekali kalau ingat mereka. Saya bayangkan, betapa sedihnya ibu dan Nia kalau tahu saya ditangkap karena membunuh. Makanya, ketika diinterograsi, saya selalu bungkam setiap ditanya alamat kampung halaman," tutur Herlina dalam logat Malaysia yang kental.
Sejak itu, ia melewati hari-harinya dengan penuh kesepian. Selama proses persidangan, tak ada dukungan dari orang dekat kecuali T. Vijayandra, pengacara berkebangsaan India yang setia mendampinginya. Apalagi ketika pertama kali masuk penjara. Sebulan pertama dia jarang makan, sering menangis, bahkan pingsan. Awalnya, ia dimasukkan kelompok anak-anak mengingat saat kejadian ia baru berusia 18 tahun. "Saya dipindah ke kelompok tahanan dewasa setelah berusia 21 tahun," ujar Herlina yang hidup bersama 900 tahanan wanita lain, yang sebagian besar berasal dari TKW Indonesia.

Selama di dalam penjara, Herlina berusaha mencari kesibukan untuk menghilangkan kejenuhan. Beruntung, banyak kegiatan yang bisa ia lakukan. Selama di penjara, dia mendapat berbagai pelatihan kewanitaan, mulai spa, laundry, menjahit, salon, juga menjaga klinik obat. "Setiap harinya digaji 70 sen, atau sekitar Rp 700. Ketika pulang, uang saya yang terkumpul sekitar 216 ringgit," ujar Herlina yang mengaku teman-teman maupun sipir di dalam penjara sangat baik. "Sudah seperti saudara sendiri. Karena kita sama-sama senasib," ujarnya dari seberang.

Kegiatan lain yang tak pernah dia tinggalkan adalah beribadah. Herlina memeluk agama Islam setelah setahun ia dipenjara. Setiap hari ia tak pernah lalai menjalankan salat lima waktu dan salat Tahajud. "Saya memohon agar bisa segera keluar dari penjara, sehingga segera bisa bertemu ibu, Nia, dan keluarga lain," papar Herlina yang semenjak memeluk Islam, sudah 3 kali khatam Al Quran. "Malam-malam, saya sering terjaga dan menangis karena rindu keluarga. Kalau sudah begitu, yang bisa saya lakukan hanyalah memeluk Al Quran. Setelah itu, hati saya kembali damai," tuturnya sendu.

Kini Herlina telah berkumpul kembali dengan keluarga, apalagi dengan Nia sang keponakan yang dicintainya. Ketika ditanya apakah masih punya keinginan lagi untuk bekerja keluar negeri, gadis ini menuturkan bahwa Malaysia adalah negara terakhir baginya yang ia kunjungi. “saya tak menginginkan apa-apa, saya hanya ingin kumpul kembali bersama keluarga,” ujarnya mengakhiri percakapan telepon. (Naskah ini dimuat dalam tabloid Kerja Edisi 004,1 Juni 2008)

0 Comments:

Post a Comment



 

blogger templates | Make Money Online