22 Juni 2008

Semua pekerja mengidamkan lingkungan kerja yang nyaman, tenang, selaras, dan seimbang antara pengusaha dan pekerja dalam pencapaian kemakmuran bersama.

Apa yang diidamkan oleh semua pekerja itu juga menjadi cita cita bagi segenap pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Unit Kerja Rokok Tembakau Makanan & Minuman (SPSI PUK RTMM) PT. Santos Jaya Abadi. Saat ditemui wartawan tabloid Kerja, salah seorang pengurus yang juga menjabat sebagai ketua Serikat, Mustofa, mengungkapkan apa yang dilakukannya bersama 27 pengurus ssrikat lainnya adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib seluruh rekan-rekan pekerja lainnya. Mengingat serikat pekerja sebagai organisasi demokratis yang permanen dan berkesinambungan, didirikan secara sukarela oleh para pekerja untuk kepentingan para pekerja dalam upaya melindungi setiap pekerja dalam perusahaan. “Kita susah ketika melihat orang susah. Kita bangga, senang, dan puas saat melihat orang senang,” kata Mustofa.

Disinilah fungsi serikat pekerja, yaitu sebagai mediator bagi buruh dan pengusaha dalam upaya pemenuhan sebuah keseimbangan bekerja, kenyamanan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Upaya pemenuhan keseimbangan itu diimplementasikan dalam berbagai bentuk dan usaha. Seperti halnya yang umum terjadi pada perusahaan adalah Pemutusan Kerja Sepihak (PHK). “Kami akan mengupayakan semua pekerja untuk membantu dalam setiap permasalahan yang mereka hadapi, tidak hanya karyawan tetap, akan tetapi karyawan kontrakpun akan kita bantu dan dampingi sampai permasalahannya selesai,” ungkap Hendro Rudianto, Wakil Ketua I serikat di kantor SPSI.

Banyak hal yang telah dilakukan oleh Serikat Pekerja perusahaan yang terkenal dengan produk Kapal Api ini. Salah satu bentuk konkret itu bisa dilihat dari pemberian THR, yang biasanya menurut UU Ketenagakerjaan, THR hanya diberikan sekali gaji, namun di perusahaan ini, tunjangan tahunan itu bisa diberikan lebih. Untuk karyawan yang telah mengabdi selama 10 tahun lebih, maka mereka bisa mendapatkan sebuah penghargaan prestasi. Bagi kaum wanita, biasanya cuti haid diberikan hanya pada saat merasakan sakit, namun karena perjuangan Serikat Pekerja, cuti bisa diambil 2 hari tiap bulannya.

Kalau dihitung, teramat besar jasa yang telah diberikan oleh para rekan Serikat Pekerja, seluruh tuntutan yang diajukan rata-rata bisa dikabulkan oleh pihak pengusaha, selagi konkret dan tidak merugikan kedua belah pihak. Namun bukan berarti jalan mereka selalu mulus, semuanya butuh perjuangan dan usaha keras. Kendati demikian, masih ada orang yang tidak menyadari akan pentingnya peran Serikat pekerja, bahkan tak jarang ada yang mencibir bahwa perkumpulan Serikat Pekerja dianggap tak lebih hanyalah sebuah ajang provokasi. Disitulah, butuh sebuah kerjasama yang baik antara Serikat Pekerja dan Pengusaha untuk selalu berjalan seimbang dalam pencapaian komunikasi yang efektif.
Ibarat Semut

Selain aktif dalam memperjuangkan hak pekerja, menurut Mustofa, Serikat yang dipimpinnya juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti donor darah, bakti sosial, olah raga, entertainment seperti pembentukan grup band, dan lain-lain. Beruntung, dalam lingkungan kerja PT. Santos Jaya Abadi, para pimpinan pengusaha selalu support untuk setiap acara yang diadakan Serikat Pekerja, tentu saja selagi acara itu bersifat positif.

Menyikapi keputusan pemerintah dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), maka Serikat Pekerja ini juga tak mau tinggal diam membela kesejahteraan dari 2.500 pekerja baik tetap maupun kontrak. Hati mereka terpanggil untuk ikut memperjuangkan hak pekerja dengan pengajuan kenaikan uang makan dan transport. Ini adalah gawean baru buat para pengurus Serikat Pekerja, tentunya akan butuh sebuah proses panjang dan perjuangan ekstra keras agar tuntutan mereka bisa terpenuhi.

Serikat Pekerja yang ia pimpin harus bisa selaras dengan pengusaha. “Kita ibarat semut, jika semut tidak terinjak maka tidak akan menggigit. Pengusaha adalah sebuah gerbong rel yang tidak bisa disatukan, kita punya sebuah idealisme kerja dan pengusaha juga punya idealisme manajerial, kita tetap berjalan sejajar meskipun kita tidak bisa bertemu, kita juga tidak semua menjauh karena gerbong itu akan hancur, karyawan dari segenap elemen adalah penumpang gerbong yang harus selamat sampai tujuan,” pungkasnya. Ulfie Fachrurrazy

21 Juni 2008


Menjawab keinginan pasar, satu lagi lembaga profesional baru di Surabaya, Tristar Culinary Institute, lembaga profesional yang mendidik para siswanya untuk memperdalam ilmu tentang seluk beluk dunia kuliner di Surabaya.

Lembaga ini baru resmi dibuka pada 8 Mei 2008 lalu, dengan bekal keahlian dibidang kuliner serta lama berjibaku di alat-alat mesin kuliner pula, sang pemilik Ir. Ignasius Juwono Saroso sebagai salah satu pemilik perusahaan Tristar Machinery membuka lembaga ini karena pengembangan dari Tristar home industry serta banyaknya permintaan para kolega untuk mendirikan lembaga pendidikan yang berbasis kuliner.
Sebagai lembaga pendidikan baru, tentu saja Tristar harus mampu menancapkan keeksisannya didunia pendidikan kuliner. Tak tanggung-tanggung sederet hotel bintang empat dan bintang lima pun ia gandeng untuk bekerjasama, terlebih saat mahasiswa mengikuti magang atau job training. Lembaga ini nantinya akan menghasilkan orang-orang yang memiliki keterampilan di bidang kuliner dan profesionalisme dalam bekerja di bidangnya karena teknik pengajaran yang ditekankan adalah hampir 90% praktek.

Menurut Cecilia Setiawati, Manager Marketing Tristar, target mahasiswa paling potensial adalah para lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dan sengaja, pada saat launching 8 Mei lalu, Manajemen Tristar pun mengundang seluruh guru SMK Bimbingan Konseling (BK) se Surabaya. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa lulusan yang berijasah S1 dan Diploma-pun bisa mengikuti pendidikan profesi kuliner di Tristar.

Program Pendidikan

Seperti halnya program pendidikan lainnya, Tristar Culinary hadir sebagai lembaga pendidikan untuk membantu siswanya agar mudah mendapatkan pekerjaan. Baik sebagai karyawan ataupun membuka bisnis usaha sendiri. Menjembatani hal tersebut, Tristar meyediakan program pendidikan yang bisa ditempuh secara singkat yaitu kursus yang bisa ditempuh hanya beberapa hari, atau dengan program professional yang bisa ditempuh mulai 6 bulan sampai 2 tahun. Tentu saja biaya pendidikannya nanti akan beragam. Tergantung dengan kebutuhan dan kocek yang dipunya. Tapi yang jelas, program pendidikan tersebut bisa diangsur, dengan kompensasi sarana dan prasarana yang memuaskan.

Jurusan Pendidikan
Di Tristar Culinary, ada 3 jurusan untuk program pendidikan professional yaitu jurusan F& B service/ bartending. Dimana siswa nantinya bisa mempelajari konsep tata hidang yang diterapkan dalam praktek penyelenggaraan berbagai jamuan makan yang berhubungan dengan budaya bangsa secara internasional. Disini siswa akan diajarkan tentang konsep dasar tata hidang, aspek-aspek tata hidang yang meliputi seni memasak, seni penataan meja dan etiket, dan tentu saja tentang pelajaran bartending sendiri.

Untuk jurusan patiseri (baking & pastry), program ini mengajarkan tentang teknik pembuatan dan pengolahan berbagai macam jenis roti dan kue beserta teknik penyajiannya. Untuk jurusan tata boga, siswa akan diperkenalkan pada alat-alat, mesin industri makanan, cara menggunakan dan memakai alat, pengetahuan bahan-bahan utama, teknik pengolahan berbagai jenis makanan dari seluruh dunia secara benar hingga menjadi produk yang bercita rasa tinggi.

Visi dan misi
Hadirnya Tristar Culinery sebagai lembaga pendidikan di Surabaya tentu saja membawa angin segar bagi para lulusan SMK ataupun lulusan sarjana dan Diploma untuk menyemarakkan dunia pendidikan. Dengan mengusung misi agar Tristar Culinery menjadi pusat pendidikan, pelatihan dan pengembangan sekolah kuliner terkemuka yang mampu menghasilkan tenaga-tenaga ahli secara professional serta memberikan suatu nilai tambah terhadap bakat atau hobi yang dimiliki seseorang untuk menciptakan jenis usaha yang lebih menguntungkan.
Sementara misi yang diusung adalah, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kuliner yang berkualitas serta mempersiapkan dan menghasilkan peserta didik menjadi tenaga-tenaga ahli di bidang kuliner.

Keunggulan Tristar Culinary InstituteBanyaknya lembaga pendidikan professional di Surabaya, tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi Tristar Culinery agar mampu bersaing dengan lembaga lainnya. Kendati masih terbilang baru, namun permintaan untuk menjadi siswa bejibun. Bahkan ada calon mahasiswanya yang berasal dari Mataram, Irian, dan Banjarmasin. Sayangnya setiap kelas dibatasi hanya untuk 15 siswa, mau tak mau harus ada yang mengantri untuk mengikuti kelas berikutnya.

Kehadiran Tristar Culinery tentu saja selain dari kebutuhan akan permintaan juga tak luput dari keunggulan akan fasilitasnya. Disini siswa bisa mendapatkan tempat praktek yang sangat lengkap yaitu kitchen sekelas hotel bintang 5 beserta kelengkapan mesin-mesin industrinya. Semua ruangan ber-AC, ada bar/ café ekslusif dengan mata kuliah yang terstruktur. Dengan pengajar dan dosen professional, siswa tak perlu ragu untuk menimba ilmu kuliner ditempat ini. Apalagi ada areal wi-fi zone, laboratorium untuk penelitian makanan dan juga asuransi kecelakaan untuk para siswa yang magang. Ulfie fachrurrazy

20 Juni 2008



Wanita muda ini sejak kecil suka sekali bermimpi, itung-itung mimpi nggak bayar dan pekerjaan yang paling mengasyikan. Namun hobi bermimpinya itu tak lantas membuatnya terlelap, justru karena hobi tersebut ia semakin terpacu untuk belajar.
Kemauannya sangat kuat untuk menggapai apa yang diinginkan. Acapkali ia menargetkan dirinya untuk mendapatkan impian itu, hingga pernah saat SMP dulu, ia mendapatkan ranking kedua, sesuatu yang sangat menyebalkan bagi dirinya dan itu akan membuatnya menangis seharian. Itulah sosok Fosca Honggowijjoyo, gadis muda yang kini menjelma sebagai pengusaha sukses.

Usianya baru 22 tahun, tepatnya 27 November 2008 nanti. Pasangan dari Gunawan dan Merry ini mempunyai semangat yang kuat untuk menggapai impiannya menjadi pengusaha sukses. Kendati dari keluarga pas - pasan, waktu itu orang tuanya setelah menikah hanya mempunyai sebuah motor butut dan tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun dengan semangat kerja tinggi untuk merubah nasib, melalui usaha membuka toko perlengkapan listrik, keluarga itupun menuai sukses. Semangat kerja dari kedua orang tuanya itu yang menurun pada Fosca. Apalagi orang tuanya sejak kecil sudah menerapkan ia untuk bekerja keras walaupun tanpa didukung modal. Modal terpentingnya saat itu hanyalah kemauan dan tekad.

Keluarganya sangat keras dalam mendidik anak, namun ia beruntung ada sisi demokratis pada diri sang ayah dan ibu yang membiarkan ia tumbuh menjadi gadis pemimpi penyuka dunia kecantikan. “Orang tua saya tidak lantas memaksakan saya harus terjun di suatu bidang tertentu, saya menyukai dunia kecantikan dan mereka memberikan saya kesempatan untuk membuka salon,” terang wanita yang mengaku masih jomblo ini.

Mengejar Impian

Selama ini anak muda identik untuk selalu bersenang-senang karena mereka menganggap masa untuk serius bekerja belum saatnya. Apalagi masa seperti itu masih menjadi tanggungan orang tua. Pemikiran itu tidak berlaku bagi Fosca, wanita ini menganggap justru masa muda adalah masa yang tepat untuk berkreasi dan berprestasi.
Setelah lulus sekolah, Fosca melanjutkan study-nya di Australia. Kebetulan saat itu ia mengambil jurusan Komunikasi dan hanya ditempuh selama 2 tahun di RMIT University. Belum puas dengan itu, iapun mengasah hobinya lagi dengan kuliah malam mengambil jurusan kecantikan di Victoria University dan Elly Lucas Academy. Setelah 7 tahun di negeri Kanguru, iapun pulang dengan semangat berapi-api untuk segera menerapkan ilmu yang ia dapatkan pada masyarakat. Bukan sebagai seorang ahli komunikasi, akan tetapi tekadnya adalah untuk menjadi seorang pengusaha.

Tidak mudah mendapatkan sebuah kepercayaan, apalagi Fosca saat itu masih berumur 17 tahun, usia yang masih sangat muda untuk diberikan kepercayaan dalam mengelola perusahaan. Namun karena kasih sayang orangtuanya, Fosca pun mendapatkan kepercayaan itu, dan otomatis ia harus menjaga sekaligus membuktikannya. Modal yang didapat dari orang tuanya pun ia buat untuk membuka usaha salon. Nama Fosca salon pun ia pilih dengan menyewa sebuah tempat di kawasan Surabaya barat yaitu PTC. Sebuah tempat yang dinilainya sangat cocok untuk usaha salon kecantikan karena wilayah tersebut adalah wilayah kalangan elite.


Modern Spa

Fosca salon mengusung konsep spa ala modern, sebuah konsep yang menjawab kebutuhan masyarakat Surabaya akan penampilan sempurna, terutama wanita. Wanita menjadi pasar yang sangat ideal untuk meraup keuntungan dalam bisnis kecantikan. Bayangkan, setiap bulan ada budget khusus ratusan bahkan mencapai jutaan untuk mempercatik diri. Fosca menangkap peluang bisnis itu, tentunya dengan konsep yang berbeda dengan salon kecantikan kebanyakan.

Spa mungkin selama ini identik dengan perawatan lulur dan segala sesuatu yang berbau tradisional. Namun di Fosca Salon ini, akan ada inovasi-inovasi baru dalam dunia kecantikan, Anda akan menjumpai hal hal unik seperti chocholate spa – spa dengan menggunakan coklat yang gunanya untuk menghaluskan dan memutihkan kulit. Yogurt Massage – spa dengan memanfaatkan susu sapi yang sudah difermentasi, gunanya untuk melangsingkan tubuh.

Emas 24 karat biasanya digunakan untuk perhiasan wanita, rata-rata mereka akan bangga karena mengenakan perhiasan yang mahal dan dengan kadar 24 karat. Namun di Fosca, emas ini bisa digunakan untuk mempercantik diri, tidak hanya masker, namun butiran emas 24 karat inipun juga digunakan untuk semua perawatan seluruh tubuh. Emas sebagai logam mulia, konon manfaatnya bisa menjaga kelembaban tubuh dan kulit lebih kencang. Tentu saja perawatan ini nilainya jutaan rupiah, namun dengan hasil kulit sebening salju tentu saja wanita yang berduit tidak akan segan mengeluarkannya.

Pelanggan Ekspatriat
Menurut Fosca, rata-rata customernya yang datang adalah kalangan ekspatriat, apalagi lokasi yang dipilihnya di kawasan ekspatriat juga, maka Fosca-pun tak punya kendala dalam mendapatkan pelanggan. Animo masyarakat sangat bagus, didukung perawatan spa modern masih belum banyak dijumpai di Surabaya hingga wanita yang kini bekerja sebagai Manager Area Jatim di bank asing ini pun melebarkan sayap membuka cabang baru lagi di Graha Family. Kawasan yang dinilainya produktif untuk menjaring pelanggan baru.

Ya, kendati ia telah memiliki perusahaan sendiri, akan tetapi ia masih ingin tetap belajar. Fosca-pun merambah dunia perbankan, dunia yang selama ini asing bagi dirinya. “Saya masih ingin tetap belajar, apa yang tidak saya dapatkan dari perusahaan sendiri bisa saya dapatkan dari perusahaan orang lain,” tuturnya ramah. Ulfie F

Kiat Sukses Fosca
- Masa muda gunakanlah dengan hal-hal yang bermanfaat.
- Saya selalu menerapkan kepada setiap karyawan untuk merasa memiliki perusahaan
bersama supaya ada tanggungjawab masing- masing.
- Belajar dan tak pantang menyerah dalam menggapai cita-cita.
- Awalilah hidup Anda dengan sebuah impian, karena dengan impian itu Anda akan
memulai untuk mewujudkannya.
- Semua orang diberikan Tuhan waktu yang sama yaitu 24 jam, kenapa ada yang sukses
dan tidak, semuanya tergantung oleh kerja keras yang kita lakukan.
- Jangan pernah sungkan untuk belajar pada orang yang lebih tua dan berpengalaman.

19 Juni 2008

Libur tlah tiba….
Libur tlah tiba…
hatiku gembira


Cuplikan lagu penyanyi cilik Tasya yang ngetop di era 2000 silam setidaknya mewakili kegembiraan anak-anak dalam mengisi waktu liburan sekolah. Karya wisata atau rekreasi biasanya menjadi pilihan bagi orang tua dan para guru untuk memanjakan anak-anak didiknya.

Sebagai kota Metropolis, Surabaya menawarkan beragam pilihan tempat wisata, salah satunya adalah Kebun Binatang Surabaya (KBS). Untuk sampai ke lokasi ini tidaklah sulit, karena ikon Kota Surabaya berwujud suro (ikan hiu) dan boyo (buaya) tepat berada di depan lokasi Objek Wisata ini. Ditambah lagi, lokasi KBS juga dekat dengan terminal Joyoboyo Surabaya.

Fenomena KBS memang sangat kontroversial. Antara suasana ingar bingar kendaraan kota besar yang lalu lalang sepanjang malam dan suasana asri, damai, serta lengang di kompleks KBS, yang hanya dibatasi oleh sebuah dinding tinggi memanjang. Keberadaan KBS sebagai tempat wisata nuansa alami, tentu saja tak kalah dengan tempat wisata modern lainnya. Apalagi minggu-minggu ini adalah hari libur anak sekolah. Praktis, pengunjungnya kebanyakan adalah anak-anak sekolah. Sebab, bagi anak-anak, mengunjungi KBS merupakan bagian pendidikan untuk mengenal berbagai macam satwa, agar sejak dini tertanam perasaan mencintai alam dan isinya.

Tak beda dengan kebun binatang di kota lain, KBS juga dilengkapi aneka satwa seperti gajah, rusa, kuda, dan jerapah. Di KBS, pengunjung juga bisa melihat beragam jenis ikan dan ular di akuarium, dengan membayar Rp 3.000 per kepala.
Tiket untuk masuk akuarium itu belum termasuk tiket masuk ke KBS yang Rp 10 ribu per orang. Sejumlah orangtua yang ditemui menilai, harga tiket itu pantas atau setimpal untuk menambah kekayaan pengetahuan tentang satwa sekaligus berekreasi dengan keluarga.

Aneka Satwa

Kebun Binatang Surabaya yang berada di areal seluas 15 hektare dengan taman seluas 85.000 m2 ini, dalam perkembangannya telah berubah fungsinya dari tahun ke tahun. Tempat ini dahulu hanya sekadar untuk tempat rekreasi, akan tetapi kini telah dikembangkan fungsinya menjadi sarana perlindungan dan pelestarian, pendidikan, penelitian, dan rekreasi. Binatang-binatang yang menjadi koleksi KBS juga dari tahun ke tahun terus bertambah. Selain karena mendatangkan dari luar negeri dan dalam negeri, pertambahan juga sebagian terjadi karena ada yang berkembang biak.
Menurut Humas, Agus Supangkat, KBS disebutnya sebagai lokasi primadona selain Pantai Ria Kenjeran. Apalagi belakangan, berbagai koleksi termasuk satwa komodo (Karanus komodoensis) bertambah menjadi 39 ekor. "Selama ini kami memiliki koleksi satwa kadal purba khas Indonesia itu 12 jantan dewasa, 11 betina dewasa, dan 2 komodo muda," ujarnya.

Data KBS menyebutkan, koleksi KBS pada 2006 sebanyak 300 spesies dengan jumlah keseluruhan 4.332 satwa. Sedangkan tahun 2005 sebanyak 306 spesies dengan jumlah keseluruhan 4.269 satwa. Kenaikan jumlah satwa itu sekitar 63 ekor per tahun.
Beragam kelebihan, terutama faktor kenyamanan dan lokasi yang gampang ditempuh, makin memicu pertumbuhan jumlah pengunjung ke objek wisata ini. Berdasarkan data di KBS, selama periode Lebaran jumlah kunjungan mencapai 15 ribu orang per hari. Bahkan jumlah kunjungan periode itu sempat mencapai puncaknya hingga 23.384 orang baik dari Surabaya maupun luar kota. Ulfie Fachrurrazy

18 Juni 2008


Anda masih ingat dengan Sentra Industri sepatu Wedoro, tempat ini dulunya sempat menjadi jujugan bagi seluruh penduduk kota Sidoarjo dan Surabaya. Penduduk luar kota pun berbondong-bondong untuk membeli fashion alas kaki ini. Buat bergaya sendiri dan untuk oleh-oleh buat keluarga. Selain harganya murah, beraneka ragam jenisnya pun tak kalah dengan sandal merk ternama.

Modal ngebon

Salah satu wirausaha sukses adalah pasangan H. Mohammad Ja’far (56 th) dan Hj. Tarwiyah (52 th). Pasangan ini merintis usaha hingga mencapai kesuksesan seperti sekarang tidaklah dengan cara mudah. Hj. Tarwiyah yang sore itu kami temui di stand Gaya Indah miliknya, bernostalgia tentang awal mula mendirikan usaha bersama sang suami.

Pasangan ini menikah pada tahun 1975, setelah menikah mereka berinisiatif untuk menjadi wirausahan. Sayangnya lagi-lagi semua harus terbentur dengan modal. Namun tak ada rotan akarpun jadi, meski tak punya modal sepeserpun, pasangan ini nekat untuk tetap berwiraswasta dengan mengambil barang terlebih dahulu pada salah satu tetangga lalu membayarnya setelah semua barang laku alias ‘ngebon’.
Produk yang dipilihnya adalah sepatu dan sandal, alasannya karena sandal dan sepatu adalah kebutuhan bagi semua orang setelah pakaian. Ditambah lagi, H. Ja’far suaminya pun punya keahlian untuk membuat sandal dan tak segan untuk belajar pada teman-temannya.

Menjajakan sandal
Tekat kuat itu mereka jalankan dengan menjajakan beberapa pasang sandal dan sepatu ke toko toko di Surabaya termasuk pasar Turi. Sebagai pemain baru di bisnis tersebut, tentu saja Hj. Tarwiyah mengalami kesulitan dalam mencari pelanggan. Pasalnya semuanya telah di drop oleh distributor besar, maka habislah lahan buat pasangan Hj. Tarwiyah dan H. Ja’far di pasar Turi sebagai pasar grosir terbesar di Surabaya. Kendati demikian, pasangan ini tidak langsung patah arang. Jika lahan pasar Turi sudah habis, maka mereka menangkap peluang usaha lain itu di luar kota. Kota pertama yang dipilihnya yaitu Malang, Kediri, dan Tulungagung.
Pasangan yang dikaruniai 2 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan ini memilih menjajakan sandal sepatu ke pasar – pasar di kota-kota tersebut. Beruntunglah, respon mereka cukup bagus kendati langganan yang mereka dapat tidak bisa langsung membayar cash.

Perjuangan Hj. Tarwiyah tidak berhenti sampai disitu, setelah mendapatkan beberapa pelanggan, ia kini memikirkan bagaimana caranya setiap penagihan bisa lancar. Kebetulan waktu itu suaminya H. Ja’far sakit, akhirnya mau tidak mau ia harus berangkat ke Kediri untuk mengambil tagihan. “Saat itu saya naik bis keluar kota sendiri untuk nagih menggantikan suami, syukurlah saat ditagih nggak ada yang mbulet,” kenangnya.

Memborong di New Era
Maksud hati ingin memeluk gunung, namun apa daya tangan tak sampai, tekad kuat untuk menjadi pengusaha sukses lagi-lagi terbentur dengan dana. Pasangan ini berencana untuk mengembangkan bisnis dengan membeli bahan baku sandal untuk di produksi sendiri. Mau ngebon lagi tidak mungkin, karena setoran terdahulu belum lunas. Beruntunglah saat itu ada saudaranya yang berbaik hati meminjamkan mobil carry untuk dijual. Mobil itupun akhirnya terjual seharga 7 juta dan langsung dibuat untuk memborong semua bahan termasuk spon, dan sandal di perusahaan New Era.
Dewi Fortuna agaknya tengah berpihak pada pasangan ini, pada saat krisis moneter tiba – tiba harga semua barang melambung tinggi, apalagi bahan bakunya. Padahal pasangan ini sudah memborong semua bahan baku dari New Era dan bisa dijual dengan keuntungan mencapai 5 kali lipatnya atau sekitar 70 jutaan.
Hasil dari keuntungan pasangan ini akhirnya dibuat modal lagi untuk menutupi semua tagihan-tagihan dan membuka sebuah home industri kecil-kecilan di rumah. Saat itu hanya ada satu orang karyawan yang membantu suaminya membuat produksi. Dengan pertumbuhan banyaknya permintaan pesanan sandal, dalam sehari ia mengaku mendapatkan order 35 sampai 40 kodi, akhirnya pasangan inipun mempekerjakan sekitar 25 orang untuk memenuhi order yang masuk di Alfan Jaya home industri miliknya.

Masa kejayaan
Sekitar tahun 2000-an, sepatu dan sandal telah menjadi trend fashion masyarakat metropolis Surabaya. Wedoro adalah salah satu sentra produksi terbesar dengan jumlah stand yang beroperasi sekitar 200 stand lebih di area padat penduduk Wedoro Sidoarjo. Pasangan yang telah naik haji ini menangkap peluang bisnis di wilayah tersebut dengan mengontrak 2 stand sekaligus. Hj. Tarwiyah mengungkapkan kalau sehari ia bisa mendapatkan omset rata-rata 3 juta. Sebuah angka yang fantastis buat seorang pengusaha yang mengawalinya dengan modal ‘ngebon’.
Sayangnya Wedoro sebagai sentra industri terbesar itu kini tak terdengar lagi gaungnya. Menurut Hj. Tarwiyah, Wedoro menjadi sepi gara-gara sudah tidak ada lagi yang menangani. “kalau dulu itu sering ada pameran-pameran, tapi sekarang sepi, pengurusnya males,” celetuknya.

Jatuh bangun dalam berbisnis itu sudah biasa terjadi, dan Hj. Tarwiyah menyadari akan hal itu. Ia rupanya cukup bersyukur karena masa kejayaan itu telah ia alami beberapa tahun yang lalu. Walaupun stand Wedoro kini sepi, namun pelanggannya masih tetap ada, tidak hanya dari surabaya saja, akan tetapi dari luar pulau seperti Manado, NTT, dan Balikpapan. Hasilnya, rumah dan 3 mobil pun ia miliki. Bahkan ia bisa menunaikan ibadah haji bersama suami juga karena hasil jualan sandal.
Merasa telah lelah mengelola bisnisnya, pasangan inipun menyerahkan semua bisnisnya pada putra keduanya. Haris Firmansyah (27 th)untuk mencari order dan membuat aneka model fashion alas kaki masa kini. “Anak saya ini sangat lincah, dia sekarang yang menjalankan bisnis kami, jadi semua model disini tidak akan pernah ketinggalan jaman,” tuturnya bangga. Ulfie Fachrurrazy

17 Juni 2008



Bagi pecinta penganan kerupuk, saat makan akan terasa hambar tanpa adanya penganan ringan dari tepung ini. Ibarat nasi tanpa lauk, kerupuk adalah lauknya.

Adalah Supardi, lelaki berumur 55 tahun ini sukses menjadi pengusaha kerupuk tradisional hasil dari kerja kerasnya selama puluhan tahun sehingga bisa menghantarkannya menjadi seorang jutawan. Kerupuk, makanan ringan ini telah akrab menjadi makanan pendamping bagi sebagian masyarakat Indonesia. Makanan ringan yang terbuat dari tepung ini banyak dijumpai di warung kaki lima. Tidak salah kemudian bila kerupuk, oleh sebagian orang Indonesia justru menjadi anekdot untuk memperolok seseorang yang berbadan kurus dan dipandang kurang gizi. "Saat pertama mengawali usaha pembuatan kerupuk, saya percaya bahwa suatu saat nanti kerupuk bisa menjadi makanan yang mahal dan digemari oleh semua orang baik itu kelas menengah atas maupun bawah, " katanya.

Supardi bukanlah ahli ekonomi ataupun bisnis. Ia hanyalah pria yang tidak sampai tamat Sekolah Dasar. Membaca dan menulis saja ia tidak fasih. Tidak jarang bila berhadapan dengan kontrak jual beli yang melibatkan kemampuan baca tulis, Supardi meminta bantuan Mulyandi, putra ketiga dari empat anaknya yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan pasca sarjana Ekonomi dan bisnis di perguruan tinggi swasta untuk menterjemahkannya.

Kerja Serabutan
Sejak berumur 8 tahun, Supardi yang dilahirkan dari keluarga buruh tani di desa Gemulung Kabupaten Sregen Jawa Tengah menjadi yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal karena penyakit tertentu. Kondisi ekonomi saat itu membuat penyakitnya tidak bisa ditangani secara medis karena tidak mampu membayar biaya perawatan rumah sakit. Sepeninggal kedua orang tuanya, Supardi diasuh oleh salah seorang saudaranya yang rumahnya tidak jauh dari kediaman orang tua Supardi. Mengingat kondisi ekonomi pengasuhnya itu membuat Supardi terpaksa putus sekolah.

Untuk mencukupi kebutuhannya, Supardi pun bekerja sebagai pencari rumput makanan ternak. Ia tidak diberi upah bulanan, melainkan mendapatkan upah tahunan berupa seekor kambing. Masa kecilnya pun dihabiskan dengan bekerja pagi hingga sore hari. Tidak ada waktu baginya untuk bermain dengan teman-temen sebayanya. "Saat bekerja saya sering melamun menjadi orang kaya. Seringnya melamun justru membuat tangan saya terluka akibat tersayat alat pencabut rumput," katanya sambil menunjukkan jemari tangan yang menghitam bekas luka. Hari demi hari ia lalui dengan bekerja di tengah sengatan terik matahari. Hingga akhirnya, upah seekor kambing pun ia terima sebagai tanda kerja kerasnya. Kambing itu pun dijualnya, kemudian uang diserahkan kepada pengasuhnya untuk digunakan sebagai penopang hidup.

Merantau ke Surabaya
Tahun demi tahun, ia lalui seperti biasa. Saat berumur 17 tahun, Supardi berniat merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. Dengan modal minim dan sepotong pakaian, ia meninggalkan desanya menuju Surabaya. Di kota Pahlawan ini ia berharap bisa bekerja menjadi buruh pabrik. Namun sialnya, setelah berulangkali melamar pekerjaan, tidak ada satupun yang mau menerimanya. "Saat itu saya hampir putus asa karena sudah tidak punya uang di saku. Apalagi di kota Surabaya, saya tidak punya saudara. Tetapi saya harus optimis bahwa saya tidak akan menjadi gelandangan karena tidak mempunyai tempat tinggal, " katanya.

Salah seorang rekan seperantauannya mengajak Supardi membuat kerupuk sekaligus menjualnya. Kerupuk dijual, yang saat itu, harganya masih Rp 1,-. Untuk modal pertama, rekannya itu yang membiayainya. Setiap hari, ia harus menjual kerupuk dengan berjalan kaki sejauh lebih dari 40 kilometer dengan membawa bakul jinjingan. Satu per satu ia mendapatkan pelanggan. Hingga akhirnya, ia mampu membayar hutang kepada rekannya yang memberikan pinjaman modal.

Mendulang Sukses

Keuntungan pun ia dapatkan dan sebagian penghasilan itu dibelanjakan untuk membeli sepeda pancal. Dengan mengayuh sepeda barunya itu, Supardi menjangkau area yang lebih luas lagi. Jumlah pelanggannya pun bertambah. Beberapa tahun kemudian, ia membeli sepeda motor. Hingga akhirnya, saat ini Supardi menjadi pengusaha kerupuk terbesar di Surabaya yang mempunyai 80 orang pekerja. Penghasilannya lebih dari Rp 10 juta per hari.

Dengan penghasilan tersebut, Supardi memiliki dua mobil mewah seharga diatas Rp 200 juta, tanah sawah seluas lebih dari 60 hektar, dan 3 rumah yang masing-masing berukuran diatas 600 meter persegi. Itupun belum termasuk uang dalam bentuk tabungan dan aset tak bergerak lainnya. Sebuah penghasilan yang sangat besar bagi seorang anak kampung yang tak lulus Sekolah Dasar.

Prospek Cerah
Bagaimana seorang pria yang tidak lulus SD bisa mengelola bisnis? Apalagi sejak kecil ia bukanlah dilahirkan dari keluarga pedagang seperti orang China di Indonesia yang mayoritas sejak lahir akrab dengan dunia dagang. Ketika 60 pengusaha kerupuk di Surabaya gelisah dengan kenaikan harga minyak goreng dari Rp 9000,- per liternya menjadi Rp 14.000,- per liternya, Supardi pun mengalami nasib yang sama. Saat itu, ia terpaksa menaikkan harga kerupuk dari Rp 200,- menjadi Rp 250,- per buahnya. Namun, kerupuk yang telah dinaikkan harganya itu ternyata tidak laku di pasaran pasalnya semua pedagang menolak harga tersebut dengan alasan konsumen enggan membelinya. Sehingga kerupuk yang seharusnya terjual, kini tertimbun di gudangnya. Hari itu kerugiannya mencapai Rp 5 juta. "Ini merupakan pilihan sulit bagi saya, tetapi saya bertekad terus memproduksi kerupuk hanyalah demi melayani konsumen saya. Tetapi konsumen ternyata menolak dengan harga itu, " katanya.

Meskipun dilanda dilema pasca kenaikan minyak goreng, namun Supardi optimis bisnis kerupuk akan semakin cerah di tahun mendatang. Sebab, rasa kerupuk yang tidak bisa tergantikan dengan rasa makanan ringan lainnya. Ya, kini kalau sudah sedikit mahal, kerupuk bukan saja menjadi makanan ringan kaum miskin, tetapi juga kaum menengah keatas. Buktinya, Supardi yang berencana memiliki rumah lagi berhasil menjadi jutawan hanya dengan berjualan kerupuk. Ulfie Fachrurrazy

16 Juni 2008


MALAYSIA ADALAH NEGARA TERAKHIR BUAT SAYA


Terkadang sakit hati acapkali membuahkan frustasi, kenekatan pun takkan bisa terkendali. Tentu saja akal sehat disini tak berarti lagi, yang ada hanya emosi. Saking cintanya pada seseorang, ia nekat memutuskan untuk berangkat ke Malaysia meski tanpa restu dari orang tuanya.

Ny. Nanik menceritakan bahwa dirinya tak tahu menahu akan niat putrinya ke Malaysia. Tahu tahu 2 hari sebelum keberangkatan, ia baru dipamiti. Saat itu ia berusaha membujuk putri kesayangannya, apapun yang Lina minta akan dituruti. Bukan itu saja, Ny. Nanik pun berusaha menggagalkannya dengan mendatangi agen yang akan memberangkatkan Lina. Sayangnya ia terlambat, semua berkas telah siap dan tak mungkin bisa digagalkan. Bisa –bisa malah ia kena denda ratusan juta karena penggagalan.

Melihat niatan Lina yang begitu kuat, ia pun tak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali dengan berat hati memberinya ijin untuk berangkat. Sebenarnya tekad Lina ke Malaysia itu karena rasa sedihnya harus berpisah dengan keponakannya Nia. Nia adalah gadis 5 tahun yang sangat manis, sejak kecil Nia telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya ke Singapura. Lina yang merawatnya bak seorang ibu hingga tumbuh menjadi gadis 5 tahun yang cantik. Namun sepulangnya dari Singapura, Nia pun dibawa oleh kedua orang tuanya ke Batam. Tentu saja Lina sangat sedih karena harus berpisah dengan belahan hatinya. “Sepeninggal Lina ke Malaysia, tentu saja rumah menjadi sangat sepi. Apalagi Nia juga nggak ada,” ujarnya.

Hanya berselang 3 bulan, tragedi itu menimpa keluarga Ny. Nanik. Putri kesayangannya itu telah di tuduh membunuh majikannya Soon Lay Chuan di Malaysia. Wanita ini sebenarnya sangat tegar dalam menghadapi kejamnya hidup, namun setegar apapun batu karang, lambat laun akan hancur ketika diterjang ombak badai. Ny. Nanik pun bingung tak tau apa yang harus dilakukan. Satu-satunya yang ia ingat adalah menemui PJTKI PT. Jatim Sukses Karya Bersama (PT. JSKB) yang telah memberangkatkan putrinya ke Malaysia. Saat itu pihak manajemen PT JSKB menjanjikan akan secara all out membantu meringankan ancaman hukuman yang diberikan kepada Herlina. Bahkan, PT JSKB siap mengeluarkan berapa pun anggaran yang dibutuhkan untuk mendampingi Herlina ketika menjalani proses hukum di Malaysia. Selain itu, Ny Nanik juga dijanjikan berangkat ke Malaysia untuk menemui anaknya dengan kesepakatan ia tak boleh mengumbar persoalan putrinya kepada publik melalui media massa. Saat itu Ny. Nanik tak bisa berbuat apa-apa kecuali menyanggupi permintaan PT. JSKB untuk tutup mulut. Ia begitu percaya bahwa persoalan Lina akan bisa ditangani oleh PT tersebut karena yang memberangkatkan putrinya ke Malaysia.

Dalam kesedihannya itu, Ny. Nanik memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan catering yang telah membuatnya menjadi berkecukupan. Ia memutuskan untuk menjual mobil dan tanahnya yang ada di Keputih untuk makan sehari-hari. Keluarga ini menjadi keluarga yang sangat tertutup, sampai akhirnya tak tahan dengan dunia luar. Akhirnya Ny. Nanik dan keluarga pun memustuskan untuk pindah ke sidoarjo desa Sidorono. Hutan bambu pun dipilihnya sebagai tempat persembunyian dengan keyakinan bahwa PT. JSKB nanti akan mampu membebaskan putrinya selama ia mau diam dan tidak membocorkan kasus Herlina kepada publik.

Selama kurun waktu 3 tahun Ny. Nanik bungkam dan mengasingkan diri sembari menunggu hasil dari PT. JSKB. Sayangnya kenyataan berkata lain, janji tinggal janji. PT. JSKB ternyata hanya mengumbar kata-kata manis dan kebohongan belaka. "Mereka tak pernah mengurusi kasus yang menimpa anak saya, saya sempat beberapa kali datang ke agen (PT JSKB) dan Depnaker. Ternyata di Depnaker katanya anak saya belum terdaftar sebagai TKW resmi yang bekerja di Malaysia. Jadi, anak saya itu TKW gelap. Dan saya mengetahui pertama kali kasus anak saya malah dari TV, bukan dari agen yang memberangkatkan Herlina," ungkapnya dengan mata menerawang.

3 tahun lamanya Ny. Nanik menyimpan penderitaannya sendiri, keluarga terdekat dan tetangga pun tak ada yang tahu. Uang tabungan hasil ia bekerja selama ini sudah habis ia gunakan. Dengan terpaksa ia harus bekerja keras, pekerjaan seperti tukang ojek dan tukang becak pun ia lakoni. Benar-benar wonder woman, maklum perempuan paruh baya ini sejak menikah sudah menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya Soetrisno adalah seorang petani biasa yang bekerja di Malang. Sebulan sekali baru pulang untuk sambang keluarga. Tanah, mobil, rumah, perhiasan, sudah ia jual semuanya untuk kebutuhan sehari-hari.

Nasib Ny. Nanik semakin memprihatinkan. Namun ditengah keputusasaannya dalam menantikan kabar Lina, iapun terpaksa bercerita kepada salah satu tetangga di Surabaya yang juga seorang pengacara. Kebetulan pengacara ini menawarkan jasa untuk membantunya. Saat itulah kasus Lina muncul ke permukaan, dan jelas saja, berbagai media baik cetak maupun elektronik akhirnya mengungkap tentang kasus Herlina.
Pada 14 November 2004, Herlina divonis hukuman mati oleh pengadilan Malaysia karena terbukti membunuh majikannya. Soon Lay Chuan tewas pada peristiwa perkelahian yang sebetulnya mengancam jiwa Herlina. Namun, rupanya Tuhan punya rencana lain. Melalui pengacara T. Vijayandran, KBRI Kuala Lumpur pada tanggal 5 November 2004 melakukan permohonan banding ke Mahkamah Rayuan Putra Jaya (Appeal Court), dan pada persidangan tanggal 10 Agustus 2005, hakim mengubah vonis dari hukuman mati menjadi hukuman selama 18 tahun penjara dipotong 1/3 masa tahanan.

Perjuangan semua pihak untuk membantu dan mendukung Herlina tak pernah putus, demontrasi menuntut pemerintah dan PJTKI untuk serius mengurus kasus Herlina akhirnya membuahkan hasil. Akhirnya Lina resmi keluar pada 14 April 2008, masa 2/3 dari proses hukumannya. Tentu saja Ny. Nanik dan keluarga sangat bahagia, penderitaan itu akhirnya terbayar dengan berkumpulnya lagi Herlina bersama keluarga.
Ny. Nanik memang tidak mau bercerita banyak tentang putrinya, karena membuka masalah itu berarti membuka luka lama. Akhirnya dengan kebaikan Ny. Nanik, sayapun berhasil mendapatkan nomor ponsel Lina untuk berbagi kebahagiaan.

Di lain kesempatan, saya mencoba menghubunginya lewat posel, suara dengan logat melayu itu begitu ramah menyapa. Tentu saja ia sudah menduga bahwa saya adalah wartawan yang sempat mencarinya kerumah. Saya masih ingat dengan pesan dari Ny. Nanik untuk tidak menyinggung tragedi itu. Akhirnya saya berusaha mencairkan suasana dengan menanyakan tentang kegiatannya selama di penjara. Gadis yang memeluk Islam setahun setelah di penjara tersebut tak pernah membayangkan bakal tertimpa musibah yang amat berat. Saat itu, yang terlintas di benaknya hanyalah bayangan ibunya dan Nia, keponakan yang sudah ia anggap sebagai anak angkatnya. "Saya sedih sekali kalau ingat mereka. Saya bayangkan, betapa sedihnya ibu dan Nia kalau tahu saya ditangkap karena membunuh. Makanya, ketika diinterograsi, saya selalu bungkam setiap ditanya alamat kampung halaman," tutur Herlina dalam logat Malaysia yang kental.
Sejak itu, ia melewati hari-harinya dengan penuh kesepian. Selama proses persidangan, tak ada dukungan dari orang dekat kecuali T. Vijayandra, pengacara berkebangsaan India yang setia mendampinginya. Apalagi ketika pertama kali masuk penjara. Sebulan pertama dia jarang makan, sering menangis, bahkan pingsan. Awalnya, ia dimasukkan kelompok anak-anak mengingat saat kejadian ia baru berusia 18 tahun. "Saya dipindah ke kelompok tahanan dewasa setelah berusia 21 tahun," ujar Herlina yang hidup bersama 900 tahanan wanita lain, yang sebagian besar berasal dari TKW Indonesia.

Selama di dalam penjara, Herlina berusaha mencari kesibukan untuk menghilangkan kejenuhan. Beruntung, banyak kegiatan yang bisa ia lakukan. Selama di penjara, dia mendapat berbagai pelatihan kewanitaan, mulai spa, laundry, menjahit, salon, juga menjaga klinik obat. "Setiap harinya digaji 70 sen, atau sekitar Rp 700. Ketika pulang, uang saya yang terkumpul sekitar 216 ringgit," ujar Herlina yang mengaku teman-teman maupun sipir di dalam penjara sangat baik. "Sudah seperti saudara sendiri. Karena kita sama-sama senasib," ujarnya dari seberang.

Kegiatan lain yang tak pernah dia tinggalkan adalah beribadah. Herlina memeluk agama Islam setelah setahun ia dipenjara. Setiap hari ia tak pernah lalai menjalankan salat lima waktu dan salat Tahajud. "Saya memohon agar bisa segera keluar dari penjara, sehingga segera bisa bertemu ibu, Nia, dan keluarga lain," papar Herlina yang semenjak memeluk Islam, sudah 3 kali khatam Al Quran. "Malam-malam, saya sering terjaga dan menangis karena rindu keluarga. Kalau sudah begitu, yang bisa saya lakukan hanyalah memeluk Al Quran. Setelah itu, hati saya kembali damai," tuturnya sendu.

Kini Herlina telah berkumpul kembali dengan keluarga, apalagi dengan Nia sang keponakan yang dicintainya. Ketika ditanya apakah masih punya keinginan lagi untuk bekerja keluar negeri, gadis ini menuturkan bahwa Malaysia adalah negara terakhir baginya yang ia kunjungi. “saya tak menginginkan apa-apa, saya hanya ingin kumpul kembali bersama keluarga,” ujarnya mengakhiri percakapan telepon. (Naskah ini dimuat dalam tabloid Kerja Edisi 004,1 Juni 2008)

15 Juni 2008


Keluarga Kecewa dengan Pemberitaan Media dan Asingkan Diri

Hujan deras yang mengguyur kota Surabaya dan Sidoarjo membuat kemacetan dibeberapa ruas jalan raya kedua kota bersebelahan tersebut. Matahari yang biasanya mengucapkan salam perpisahan di ufuk barat pun enggan menampakkan diri karena berselimutkan mendung. Hujan lebat seharian itu masih menyisakan rintiknya hingga sore.

Walau begitu, tak terlalu sulit ketika menemukan Desa Sidorono, selain dekat dengan bypass Krian Mojokerto, desa satu ini juga terkenal seperti halnya Porong Sidoarjo. Namun bukan karena semburan Lumpur Lapindo, akan tetapi dusun ini mencuat namanya lantaran ada salah seorang warganya yang acapkali diberitakan oleh media baik cetak maupun elektronik tentang musibah yang dialaminya di negeri Jiran, Malaysia.

Ya, Herlina Trisnawati, TKI yang dituduh membunuh majikannya di Malaysia, saat wartawan tabloid Kerja menanyakan tentang lokasi rumahnya kepada salah seorang warga desa, mereka langsung tanggap dan dengan ramah memberikan petunjuk dimana lokasi rumahnya berada. Tak terlalu sulit ketika saya mencari alamatnya, karena diantara semua rumah warga, hanya ada satu rumah yang menghadap ke utara dan sedikit terpencil jauh dari jejeran rumah warga lainnya. Konon rumah mungil itu dulunya dikelilingi ribuan pohon bambu, masyarakat seringkali menyebutnya dengan rumah bambu. Namun, sekarang bambu-bambu tersebut sudah agak jarang karena ditebang.
Disekeliling rumah terdapat hamparan sawah yang baru saja ditanami benih padi. Mungkin baru beberapa hari sehingga kesan hijau tanaman masih belum dijumpai, hanya genangan air hujan yang terlihat bak lautan kecil di persawahan.

Kendati demikian, saat wartawan tabloid Kerja menyusuri jalanan setapak menuju lokasi, terbesit rasa takut akan ular yang sewaktu-waktu muncul. Selain jalanan licin karena habis diguyur hujan, tidak ada lampu penerang disekitar jalan. Parahnya lagi, jalanan setapak itu bertambah gelap lantaran sekelilingnya ditumbuhi pohon pisang dan rimbunan rumput ilalang liar setinggi orang dewasa. Padahal waktu itu baru jam 5 sore, namun suasana yang terasa seolah jam 7 sore. Tempat ini mungkin sangat pas jika dijadikan tempat bertapa atau mengasingkan diri, disamping karena terpencil, jalanan menuju rumah sangat sulit dilalui karena terhalang parit dengan kedalaman sekitar 50 cm, alhasil kendaraan roda dua pun tak bisa masuk karena untuk melalui parit itu hanya ada dua batang pohon bambu yang diletakkan diatas kedua bibir parit sebagai jembatan kecil untuk lewat. Tentu saja kerena medan yang tak memungkinkan, saya pun terpaksa parkir sekitar 50 meter dari rumah itu. Ada perasaan was –was ketika harus meninggalkan motor, kendati tak begitu jauh, namun motor yang diparkir tidak kelihatan karena rimbunan pohon pisang ditambah lagi belum kenal daerah tersebut. Perasaan tidak nyaman pun langsung menyergap manakala menyusuri jalanan setapak itu, nuansa mistik begitu terasa.

Rumah sederhana ini agaknya belum selesai dibangun, batu bata merah itu masih kelihatan alias belum dilapisi semen. Tatanannya pun tidak rata, ada yang menonjol dan ada yang sedikit rapi. Kelihatan sekali kalau penggarapannya tidak maksimal. Lantai rumah pun masih semen dan window depan rumah pun masih ditutup papan triplek. Lama mengamati rumah itu hingga akhirnya memutuskan untuk segera masuk menemui si penghuni.

Sesampai di depan pintu, segera mengetuknya dengan cukup hati-hati. Karena suasana agak gelap, jadi lampu rumah pun menyala redup. Seorang wanita paruh baya dengan ramah menyambut kedatangan wartawan tabloid Kerja. Sebelum memperkenalkan diri, wanita yang masih terlihat raut kecantikannya walau tanpa make up itu sudah tahu bahwa dihadapannya adalah seorang wartawan yang akan mencari putrinya untuk mewawancarainya. Ia tidak terlalu kaget dengan kedatangan penulis, tampaknya ia sudah terlalu familiar dengan para pencari berita.

Wanita paruh baya yang ada dihadapan penulis ini adalah Ny. Nanik Hendrawati sang ibunda Herlina Trisnawati yang penulis cari. Herlina Trisnawati adalah putri ketiga dari pasangan Soetriosno dan Nanik Hendrawati yang tersandung kasus dengan tuduhan membunuh majikannya di Malaysia pada Agustus 2001 silam hingga mengakibatkan ia divonis hukuman gantung. Saat penulis mencoba untuk bertemu langsung dengan Herlina, gadis itu ternyata sedang tidak ada di tempat. Setelah selesai menjalani proses hukuman 8 tahun 7 bulan di penjara wanita Malaysia, ia telah kembali ke tanah air 14 April 2008 lalu. Lina (panggilan akrab Herlina Trisnawati) telah bekerja pada sebuah perusahaan yang tidak boleh disebutkan namanya di Surabaya. Menurut Ny. Nanik, sudah dua hari ini putrinya bekerja sebagai tenaga administasi bersama sang ayah yang menjabat sebagai satpam di perusahaan yang sama.

“Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia” kutipan children song di atas menggambarkan betapa besarnya kasih seorang ibu kepada anaknya. Pun demikian dengan apa yang dialami oleh Ny. Nanik Hendrawati, apapun tuduhan yang diberikan kepada putrinya naluri seorang ibu akan tetap melindungi dan menyayangi. Perempuan yang dulunya karyawan di jasa catering ternama di Surabaya ini mengaku sangat marah kepada beberapa pemberitaan media yang menjustifikasi bahwa putrinya pembunuh “Harusnya media tahu dan bisa membedakan antara membunuh dan dituduh membunuh. Harusnya mereka mengatakan bahwa anak saya dituduh membunuh,” begitulah tanggapannya berapi-api saat mengenang kasus yang menimpa putrinya 8 tahun silam.
Ketika menyinggung tentang kasus yang menimpa putrinya, Ny. Nanik dengan tegas menolak untuk berkomentar. Alasannya sederhana “Saya takut salah dan masalah ini sudah saya tutup untuk selamanya. Saya sekarang sudah hidup bahagia karena Lina sudah kembali dengan selamat, saya tak ingin apapun,” kilahnya sambil terus melipat tumpukan baju di atas sofa. Rupanya apa yang telah menimpa putrinya itu meninggalkan trauma yang dalam, tidak hanya bagi Ny. Nanik dan keluarga, akan tetapi bagi Lina sendiri.

Sore itu majikan yang sudah menganggapnya sebagai saudara itu membawa koran terbitan Malaysia. Karena kebetulan majikan catering yang sudah menganggapnya seperti saudara itu baru pulang dari Malaysia bersama suaminya. Saat majikannya itu menunjukkan pada Ny. Nanik akan gambar dan foto yang dimuat di koran, ia langsung tidak percaya bahwa apa yang dilihatnya itu adalah putrinya. Dalam koran itu tertulis jelas huruf besar ‘Migran Indonesia Membunuh Majikannya’ Ny. Nanik mengucek-ucek matanya, memastikan apakah benar gadis 18 tahun dengan tangan diborgol yang didampingi dua orang polisi wanita itu anaknya. Dengan seksama ia membaca baris per baris berita Malaysia itu, matanya tercengang saat membaca nama Herlina Trisnawati migran asal Indonesia dengan alamat Menur Pumpungan Surabaya. Bagai disambar petir disiang bolong, Ny. Nanik seketika lemas bahwa yang dibacanya itu adalah berita tentang anaknya yang baru 3 bulan pamit untuk bekerja di Malaysia. (naskah ini dimuat dalam tabloid Kerja Edisi 003 15 Mei 2008) Ulfie F/bersambung

14 Juni 2008

Djuhhari Witjaksono

Djuhhari Witjaksono
Sukses Jadi Pengrajin Miniatur Perahu Berkat Hobi Membaca

Bukanlah harta kekayaan yang membuat seseorang berbahagia di hari tua. Di usia senja, Djuhhari Witjaksono (77), pengrajin miniatur perahu tradisional Mojokerto Jawa Timur, tidak hanya memberikan keahliannya, ia juga banyak mengajarkan tentang filosofi hidup bagi karyawannya untuk mandiri.


Sekitar tahun 1950-an, Djuhhari yang aktif menjadi anggota Pramuka, bertemu dengan Bapak Pandu Pramuka se-dunia Robert Baden Powell di Surabaya. Dari hasil pertemuannya dengan pelopor pramuka tersebut, ternyata Djuhhari menyimpan kekaguman begitu dalam akan filosofi hidup sang tokoh. Secara tak sengaja, ia pun lantas tertarik dengan bacaan dunia maritim, khususnya mengenai dunia perkapalan. "Saya sangat tertegun melihat perahu yang terbuat dari kayu milik bangsa Portugis yang mampu berlayar keliling dunia dengan berbagai tantangan di laut. Kemudian saya mencoba membuat miniatur perahu itu," katanya.

Dari hobi membaca tentang buku maritim dan dunia pelayaran itulah, tercetus ide untuk membuat kerajinan miniatur perahu yang terbuat dari kayu. Namun tidaklah mudah berjalan sampai ke daratan dan berlayar sampai pantai. Agar dapat melaju diganasnya gelombang laut dan sampai ke pantai, perahu haruslah dibuat kuat dan tangguh menghadapi segala jenis gelombang. "Kesulitan membuat perahu yang kuat terletak pada tingkat kerumitannya. Saya harus bersabar dan terus mencoba menyusun satu demi satu bagian perahu. Tidak jarang pula saya harus membongkar kembali demi mendapatkan bentuk aslinya," imbuhnya.

Keluarga Besar
Djuhhari yang lahir di Malang 15 Desember 1930 dididik dalam sebuah keluarga besar. Ia mempunyai dua ayah dan tiga orang ibu. Saat itu, perekonomian keluarga menjadi masalah utama meskipun Djuhhari mengaku tidak mendapatkan masalah dalam berhubungan dengan orang tuanya. "Kedua ayah saya bekerja sebagai sopir truk, begitu juga dengan keempat saudara saya yang juga menjadi sopir, sedangkan ketiga ibu saya tidak bekerja, " kata Djuhhari yang paling muda diantara keempat saudaranya itu.
Oleh karena himpitan ekonomi membuat keempat saudaranya tidak bisa meneruskan pendidikan Sekolah Dasar, lantas mereka bekerja membantu kedua ayahnya. Kemiskinan pulalah sering membuat Djuhhari harus makan makanan kurang bergizi, yaitu nasi dan garam ataupun singkong dan garam.

Towil Pawirjo, salah seorang ayahnya meminta agar Djuhhari tetap bersekolah dan tidak bekerja di usia dini seperti keempat saudaranya. Walaupun berbagai usaha dilakukan untuk hal itu. Ia ingin agar Djuhhari tidak menjadi sopir dengan penghasilan minim. "Ayah saya bekerja sangat keras, siang dan malam demi memenuhi kebutuhan sekolah saya hingga di Sekolah Menengah Atas. Ayah saya mengajarkan kepada saya apa artinya kerja keras demi sebuah tujuan," imbuhnya sambil menghisap cerutunya. Setelah lulus dari Sekolah Tehnik Menengah, Djuhhari pun bekerja di perusahaan kontraktor jalan raya. Di sela kesibukan pekerjaanya, ia menyempatkan diri untuk mempelajari kehidupan masyarakat nelayan di Indonesia. Dan setelah pensiun dari pekerjaannya, Djuhhari mulai menekuni ketrampilannya membuat miniatur perahu. Ia kemudian mengajak pemuda pengangguran yang ada di sekitar rumahnya untuk bekerja di tempatnya. "Banyak orang yang setelah pensiun ingin menikmati masa tuanya dengan tidak bekerja. Tetapi tidak bagi saya yang ingin terus bekerja demi mencapai kesuksesan bagi orang lain, " katanya.

Sukses Saat Pensiun
Setelah pensiun, Djuhhari pun mengajarkan ketrampilannya membuat miniatur perahu kepada ratusan pengangguran di sekitar rumahnya. Saat Tabloid Kerja bertandang kerumahnya, Djuhhari terlihat serius memberikan pengarahan kepada salah seorang wanita tengah baya, karyawannya yang bekerja membuat miniatur perahu tradisional ‘Dewa Ruci’ di bengkel kerajinanya. "Tiang perahu ini harus dihaluskan lagi, kemudian ditancapkan pada celah-celah bagian perahu, Ingat jangan salah menancapkannya karena akan mengubah bentuk asli perahu, " katanya kepada wanita itu.
Di bengkel kerajinannya itu tersimpan puluhan jenis perahu tradisional beraneka bentuk dan ukuran yang siap dijual. Harga masing-masing perahu berkisar antara Rp 7.500,00 hingga Rp 600 juta. Harga itu dipatok sesuai dengan tingkat kerumitan dan ukuran miniatur itu sendiri.

Selain dijual di pasar lokal, produk perahu miniatur Djuhhari juga dijual ke mancanegara. Karya buatannya pun telah diakui oleh pasar dunia. Ini terbukti Djuhhari memperoleh penghargaan di bidang Seal of Excellence for Handicrafts tahun 2006 untuk perahu tradisional kerajaan Majapahit buatannya dari United Nations Educational Sciencetific and Culture Organization.

Filosofi Hidup
Ide kreasi miniatur perahu yang dipakai pada zaman kerajaan Majapahit itu ia dapatkan setelah membaca puluhan referensi buku sejarah tentang kerajaan Majapahit yang pusat pemerintahannya berada di Trowulan, Kabupaten Mojokerto atau sekitar 20 kilometer dari kediamannya. "Dengan hasil ciptaan saya ini bisa menjadi referensi bahwa nenek moyang kita dahulu memang seorang pelaut. Ini dibuktikan dengan sejak zaman Majapahit telah membuat perahu tradisional yang bentuknya tidak kalah dengan perahu yang dibuat oleh bangsa Portugis," sergahnya.

Djuhhari yang telah memulai usahanya sejak tahun 1980 itu, selain mengajarkan tentang cara membuat kerajinan miniatur perahu, ia juga banyak mengajarkan tentang hidup bagi seluruh karyawannya. Hidupnya yang bersahaja itu ia buat untuk membantu warga disekitarnya, terlebih bagi yang belum mendapatkan pekerjaan. Begitu mulia tekadnya untuk membantu orang lain, Djuhhari pun tidak pernah melarang setiap karyawannya untuk membuka usaha sejenis. Bahkan, ia selalu mendorong karyawannya agar mandiri. Tidak segan-segan pula ia memberikan bantuan modal kepada mereka yang terampil dan siap berwiraswasta secara mandiri. Tak ayal, dari kebaikan dan kedermawanan Djuhhari, banyak mantan karyawannya yang kini telah menjadi pengusaha sukses buka usaha serupa, dan tersebar mulai dari Jawa Tengah hingga Jakarta.

SMK Ketintang I Surabaya

SIAPKAN TENAGA KERJA SETENGAH JADI

Kemajuan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi isu pokok dalam pembangunan negara. Bahkan sekarang ini isu pendidikan telah menjadi isu politik yang cukup menarik untuk ditawarkan ke masyarakat terutama pra Pemilu mendatang. Masalah klasik pendidikan yang selalu menjadi perhatian dari tahun ke tahun seperti mutu pendidikan, dan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat menjadi masalah yang relevan untuk dibahas. Terutama efisiensi pemanfaatan sumber daya bagi siswa sekolah setelah lulus di dunia kerja

Banyaknya didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia, baik Negeri maupun swasta yang menawarkan berbagai program kompetensi menarik, plus sarana dan prasarana memadai, menjadikan SMK sebagai alternatif tempat belajar pilihan saat ini. SMK Ketintang 1 contohnya, lembaga sekolah satu ini meskipun swasta namun tak mau kalah dalam urusan mencetak anak didiknya menjadi tenaga-tenaga ahli professional. Menurut Drs. Bagus Lelono Kalis yang menjabat sebagai Waka Kurikulum, SMK Ketintang I sengaja membuat program-program khusus untuk menjadi wadah bagi siswa yang mempunyai kompetensi dibidangnya masing-masing. Dan untuk mendukung kompetensi siswa tersebut, sekolah melengkapinya dengan sarana dan prasarana yang lengkap termasuk infrastruktur untuk dunia maya yaitu internet.

Bidang Keahlian

Sekolah yang jumlah siswanya 413 orang ini memiliki 3 bidang keahlian, Akutansi, Administrasi, dan Penjualan. Dari ketiganya, yang paling banyak diminati oleh para siswa adalah Akutansi dengan siswa sebanyak 150 orang. Administrasi 126 orang, dan sisanya adalah Penjualan dengan siswa berjumlah 137 orang.

Untuk mensukseskan program pemerintah yang tidak mentolerir siswa Sekolah Menengah Kejuruan yang tidak memiliki kompetensi keahlian, maka SMK Ketintang I tidak tanggung-tanggung untuk merangkul beberapa perusahaan besar semacam Gramedia dan Ramayana sebagai tim penguji dibidang Penjualan, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk bidang Akuntansi dan Ikatan Sekretaris Indonesia (ISI) sebagai tim penguji kompetensi Administrasi Perkantoran. Alhasil, nilai siswa SMK Ketintang I rata-rata 8, padahal prasyarat kelulusan SMK ditetapkan minimal nilai tujuh untuk uji kompetensi keahlian disamping tiga mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional (UN).

Hasil ini patut diperhitungkan mengingat banyaknya persaingan antara Sekolah Kejuruan yang mengedepankan kualitas dan metode-metode mutakhir dalam bidang keahlian. SMK Ketintang I memiliki banyak tenaga ahli dan guru-guru produktif yang mumpuni.

Praktek Langsung

Siswa SMK Ketintang I Surabaya begitu antusias dalam mengikuti semua program keahlian karena metode yang dipakai oleh SMK Ketintang I berbeda dengan sekolah-sekolah lainnya. Salah satunya adalah dengan mengadakan praktek langsung seperti bazaar untuk bidang Penjualan yang diadakan di lapangan sekolah selama satu Minggu. Acara itu terbilang cukup sukses karena barang-barang yang ditawarkan adalah produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari. Alhasil, pengunjung pun tidak hanya dari kalangan siswa saja, tetapi masyarakat sekitar sekolah juga turut berpartisipasi. Menariknya lagi, sang peninjau sekaligus pengujinya adalah dari pihak Gramedia dan Ramayana.

Dalam praktek uji kompetensi bazaar tersebut, disinilah siswa bidang keahlian Penjualan dituntut untuk membuat perencanaan, menjual barang dagangan dan bagaimana caranya supaya barang dagangan habis terjual, dan membuat laporan hasil akhir penjualan.

Dengan tanpa campur tangan dari para guru dan pembimbing, para siswa begitu mahir dalam mengolah barang dagangan, mulai dari membuat konsep dagangan, menata, memasarkan barang ke konsumen bahkan membuat perencanaan untuk promosi. Hasil bazaar yang diadakan itu terbilang cukup sukses.

Sementara untuk kompetensi Akuntansi, tugas siswa yaitu mengolah dan menyusun jurnal, memasukkan data dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang accounting. Untuk kompetensi bidang Administrasi perkantoran, tugas siswa adalah mengolah dokumen termasuk menyusun dan mengatur dinas kepemipinan.

Setelah melalui berbagai praktek, per satu tahun sekali kemampuan tiap siswa akan diuji menggunakan materi keahlian masing-masing. Bersamaan dengan itu, saat presentasipun siswa harus memperesentasikannya dengan menggunakan bahasa Inggris di hadapan tim penguji.

The Best Ten

Begitu ketatnya persaingan antar lembaga-lembaga pendidikan terutama SMK sebagai salah satu sekolah keahlian, maka Drs. Bagus Lelono Kalis menyikapinya dengan tenang. “Justru dengan adanya persaingan antar lembaga Sekolah Kejuruan, saya bisa semakin termotivasi untuk memajukan sekolah saya,” tuturnya. Lelaki yang hobi membaca dan menulis ini mengaku kalau SMK Ketintang I seringkali masuk dalam 10 besar pada setiap lomba keterampilan siswa yang diadakan di Jawa Timur. Seperti halnya pada lomba yang diadakan di Jember, kompetensi bidang Penjualan terpilih di urutan ke-7 sementara Administrasi Perkantoran masuk pada peringkat 10 dari 57 peserta yang mengikuti lomba. “Itu adalah sesuatu yang sangat membanggakan buat kami,” imbuhnya bangga.

SMK Ketintang I yang lebih mengutamakan kompetensi dan kualitas sesuai slogannya Be competence and quality, yaitu memberi bekal kepada setiap siswa lulusan untuk diterima di dunia kerja sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Jadi, anggap saja SMK Ketintang I mendidik sembari menciptakan tenaga kerja setengah jadi, artinya apabila tidak bisa melanjutkan sekolah, minimal sudah memiliki bekal ketrampilan dan siap untuk bekerja. Disinilah tugas SMK Ketintang I terpenuhi yaitu bisa memenuhi ketercapaian kompetensi tamatan, dan sekaligus sebagai pemenuhan atas amanat UU Pendidikan pasal 61 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ulfie Fachrurrazy

Serikat Pekerja PT. Pakerin
PERJUANGKAN HAK BURUH WANITA


Serikat pekerja adalah organisasi demokratis yang permanen dan berkesinambungan, didirikan secara sukarela oleh para pekerja, terdiri dari para pekerja dan untuk kepentingan para pekerja, dalam upaya melindungi mereka dalam pekerjaannya, untuk meningkatkan kondisi kerja lewat prosedur-prosedur collective bargaining, untuk meningkatkan taraf hidup mereka, untuk menjaga hak-hak azasi mereka, dan untuk menyediakan sebuah sarana yang efektif dalam menyuarakan pandangan/ pendapat/ aspirasi kaum pekerja dalam problema-problema sosial politik.

Rata-rata yang tergabung dalam sarikat pekerja ini adalah sukarelawan yang getol memperjuangkan hak-hak para rekan mereka. Bahkan tak jarang mereka siap menjadi musuh bagi para pengusaha. Salah satu sarikat yang berhasil di temui oleh Wartawan Kerja adalah salah satu pengurus unit kerja sarikat di PT. Pakerin Mojosari Mojokerto.

Agus Subagio, lelaki 34 tahun ini telah bekerja di pabrik kertas PT. Pakerin selama hampir 23 tahun. Sebagai salah satu pengurus serikat yang membawahi pekerja sebanyak 3.250 orang tentu bukanlah hal mudah. Dengan hanya beranggotakan pengurus 11 orang, tentu saja banyak persoalan dan ketidakseimbangan yang terjadi antara buruh dengan pengusaha.

Proses Perundingan

Perjuangan mereka teruji untuk membela sesama rekan tatkala ada sebuah persoalan yang menyinggung tentang kesejahteraan para karyawan. Salah satu usaha mereka seperti menuntut adanya uang transport dan uang makan untuk para buruh (sampai sat ini masih dalam proses perundingan), dan menuntut adanya kenaikan gaji pertahunnya. Atas jasa para sarikat ini, alhasil para buruh kini rata-rata pendapatannya telah diatas UMK (Upah Minimum Karyawan), bahkan jika buruh berusia 55 tahun yang mestinya harus pensiun, pengusaha memberikan kelunakan untuk tetap mempekerjakannya atau berhenti dengan kesediaannya sendiri.
Serikat Pekerja adalah mediator bagi buruh dan pengusaha dimana jika terjadi perselihan dan tidak mencapai kesepakatan, maka permasalahan akan dibawa ke Disnakertrans kabupaten, jika masih belum menemui titik temu maka harus didaftarkan ke PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial) untuk di kasasi ke Mahkamah Agung.

Banyak hal yang telah dilakukan oleh para rekan Serikat Pekerja ini, namun sebagian kalangan masih menganggap bahwa perkumpulan ini tak lebih hanyalah sebuah ajang untuk membentuk provokasi. Padahal sesungguhnya prinsip serikat pekerja adalah organisasi pekerja, didirikan oleh pekerja, untuk para pekerja, asosiasi yang bersifat sukarela, permanen, mandiri, dan independen- merdeka dari pengaruh pemerintah, para majikan dan partai politik. Serikat Pekerja ini dikontrol oleh anggota, dijalankan oleh anggota, dan dibiayai oleh para anggota sendiri, demokratis, persatuan adalah kekuatan, solidaritas, dan satu untuk semua dan semua untuk satu.

Perhatikan Minoritas

Kendati karyawan wanita hanya sekitar 10% dari jumlah lelaki keseluruhan, namun lelaki penghobi Anthurium ini mengatakan, ia berasama rekannya kini sedang memperjuangkan hak buruh wanita yang sampai saat ini masih dalam proses perundingan untuk mencapai PKB (Perjanjian Kerja Bersama) bersama pengusaha adalah memperjuangkan hak pekerja wanita yang masih dianggap lajang oleh pengusa. Maksudnya wanita disini tidak berhak mendapatkan biaya kesejahteraan untuk suami dan ketiga anaknya. Padahal PUK sesuai dengan Permenakertrans No.PER-12 /MEN/ VI/ 2007 pasal 1 ayat 5 tentang petunjuk teknis pendaftaran, pembayaran iuran, pembayaran santunan dan pelayanan jamsostek menjelaskan bahwa istri/ suami dan tiga orang anak adalah sama hak dan kedudukannya untuk mendapatkan pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan.

Selain getol memperjuangkan rekan sesama buruh, lelaki yang tengah menantikan kelahiran anak pertamanya ini mengatakan bahwa serikatnya juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti menyantuni anggota buruh yang mengalami kesusahan seperti sakit dan musibah kematian. “Kami juga berencana untuk mengadakan istighosah yang menghadirkan pembicara dari luar sebagai siraman rohani buat pekerja atau anggota SPSI,” pungkasnya. Ulfie Fachrurrazy

Sudiono, DN Collection.
TAS SEHARGA 10 JUTA
BISA DIBELI DENGAN 100 RIBU SAJA.

Dua cewek muda itu asyik bercengkrama dengan temannya di sebuah mall ternama Surabaya. Dandanannya chick dan gaya abis, tangannya menggamit tas Louis Vitton dengan logo emas nya yang beken seantero jagat. Beberapa pasang mata mengamati gaya mereka, dan seorang wanita pun berdecak kagum: "Wuih, gila! Tasnya Louis Vitton, pasti mereka anak konglomerat”. Eits, tunggu dulu.
Jangan minder jika lihat tas Louis Vitton ditenteng mencolok oleh dua cewek tadi, belum tentu itu harganya 10 juta perak karena tas itu bisa jadi bikinan pengrajin kulit Tanggulangin, Sidoarjo. Palsu memang, tapi siapa yang bisa menebak. Jahitannya sungguh halus, logonyapun berkilau emas mentereng. Semuanya mirip dengan aslinya tanpa ada cacat sedikitpun. Mata terampil tidak akan bisa membedakan antara tas asli dengan imitasi jika ditaruh bersebelahan. Semua bahan nya dipalsukan plek seperti aslinya. Alhasil memang tidak ada bedanya melihat dari jauh apa bedanya tas asli seharga 10 juta perak dan tas imitasi bikinan Tanggulangin yang cuma 100 ribu saja.

Merek Ternama

Saat Wartwan Tabloid Kerja mampir ke sentra industri tas Tanggulangin, Sidoarjo, mata kita akan tercengang melihat begitu semerbaknya toko kecil menjual aneka kerajinan tas dari kulit asli maupun imitasi. Nyaris merk beken dunia akan mudah ditemui disini, Louis Vitton, Burberry, Guess, Prada, Gucci, Ettiene Eigner, Cristian Dior dll. Yah, Tanggulangin adalah sebuah tempat wisata berbelanja berbagai ragam tas dan koper. Disini adalah ujung tombak penjualan seluruh produk kerajinan kulit Tanggulangin yang sudah terkenal kepenjuru negeri bahkan luar negeri.

Jika kita mau menyusuri lebih jauh masuk kedalam desa, akan ditemui lebih banyak sentra home industri pengrajin kulit. Desa desa disini memang menopang hidupnya menjadi pengrajin kulit. Lantas mereka akan membuka toko kecil memasarkan produknya dijalan raya tersebut agar mudah dikunjungi calon pembeli.

Awal usaha

Adalah Sudiono, lelaki berumur 30 tahun ini sedari kecil ikut membantu orangtuanya membuat aneka kerajinan dari kulit, terutama tas. Bahkan saat SMP dan SMA-pun ia mengaku sudah cukup mempunyai uang jajan hasil dari nyambi kerja membuat tas. Ia mengaku dulunya dapat ongkos 2000 sampai 3500 perak per produk.

Kendati keahliannya membuat kerajinan tas sudah teruji, namun Sudiono masih belum berani untuk membuka toko sendiri untuk memasarkan produknya. Alasanya saat itu ia masih terbentur dengan modal. “Untuk buka toko harus punya stok barang minimal 100 produk, sedangkan saya masih belum mampu untuk memproduksinya. Saya butuh tenaga pengrajin minimal 5 orang, dan semuanya itu butuh modal,” Akunya.

Meskipun Sudino mengaku mempunyai lahan seukuran 6 x 7 meter, namun ia lebih memilih untuk menyewakannya pada seorang teman. Hasilnya, uang sewa itu bisa ia gunakan untuk membuat produksi tas, lalu ia titipkan ke beberapa toko yang tersebar di area Tanggulangin dengan sistem konsinyasi.

Selang beberapa tahun, usaha yang dilakukannya itu akhirnya membuahkan hasil. Produk yang ia titipkan itupun terjual habis, ia kemudian kewalahan memenuhi pesanan. Akhirnya pada tahun 1998, toko depan rumahnya itupun tidak dikontrakkan lagi. Sudiono memutuskan untuk membuka toko sendiri dengan nama DN Collection tepatnya di jalan Kendensari. Tidak hanya itu saja, dari hasil tabungannya memasarkan produk konsinyasi ke sesama rekan pengrajin, ia pun kini mampu mewujudkan cita-citanya mendirikan sebuah home industri dengan 10 orang karyawan untuk membantunya memproduksi pesanan tas. Dalam satu bulan saja ia mendapatkan omset sekitar 50 juta sampai dengan 60 juta. Omset segitu wajar saja didapat, karena satu produk tas bisa ia jual minimal seharga 100 ribu.

Asli tapi palsu

Pembeli akan merasa senang dan ketagihan untuk selalu berbelanja, terutama kaum wanita sebagai mahluk paling konsumtif. Rata-rata mereka akan puas dan ketagihan untuk membeli karena produk yang didapat adalah merek terkenal dengan harga ratusan juta rupiah, yang bisa didapatkan minimal hanya 10 persen-nya saja.

Kenyatan bahwa tas bikinan Sudiono itu sangat beken sebeken merek-nya karena pemilihan bahannya tak main-main. Pria yang baru 3 tahun menikah ini khusus memproduksi kerajinan tas dengan bahan oscar – bahan baku kulit paling bagus. Bahan ini memang mahal dan berbeda dengan bahan imitasi – bahan baku kualitas kedua. Setara dengan bahannya, produk yang ia jual pun agak lebih mahal dengan penampilan sempurna.

Sudiono sebagai pedagang tas tak perlu risau dengan banyaknya kompetitor yang menjajakan produk serupa di Tanggulangin. Memang ada sekitar 350 toko yang tersebar, namun ada sebuah organisasi yang mengaturnya dan sudah berjalan rapi sampai sekarang. Intako – Industri tas dan koper, sebuah koperasi yang berdiri awal sebelum toko-toko lainnya. Koperasi ini lah yang mengatur semua promosi dan memberikan patokan harga. Jadi semua toko tidak bisa mengobral harga seenaknya untuk menarik konsumen. Yang bisa mereka lakukan hanyalah membuat produk sebagus-bagusnya dengan tetap mengikuti trend fashion tas. Belakangan, tidak hanya tas, koper, jaket dan dompet saja yang diproduksi, tapi kini pengrajin sudah mulai memproduksi sandal dan sepatu kulit.

Italia pun kepincut Tanggulangin

Kesohornya Tanggulangin dalam hal kerajinan kulit konon sampai terdengar oleh negara lain seperti Pemerintah Italia yang mau mengucurkan pinjaman lunak sebesar Rp 150 milyar untuk mengembangkan industri sepatu Tanggulangin. Dana tersebut digunakan untuk membangun Pusat Pelatihan Persepatuan Kasual di sentra industri kerajinan kulit paling tersohor di Jatim itu. Dalam kerja sama tersebut, Pemerintah Italia sanggup membeli sepatu kasual yang diproduksi para perajin di Tanggulangin. Pada awalnya, para perajin akan bekerja dengan lisensi dari Italia yang akan dijual kembali didaratan Eropa. Langkah pemerintah Italia ini selain murni dalam hal bisnis juga menekan pembajakan merk yang marak dilakukan disini. Maklum, mereka pengrajin ulung, semua pesanan konsumen bisa dijiplak habis sama mereka.

Sayangnya, nama Tanggulangin kini semakin memudar seiring dengan imbas dari lumpur lapindo Porong Sidoarjo. Pengunjung semakin berkurang, alhasil produk hanya bisa dipasarakan keluar kota dan luar pulau saja. Otomatis omset yang didapatkan kini pun turun drastis sekitar 70%. Kenyataan itu tidak hanya dialami oleh Sudiono, akan tetapi oleh semua pengrajin Tanggulangin. “Saya hanya berdo’a semoga musibah lumpur ini cepat selesai dan tidak sampai menyebar,” pungkasnya. Ulfie Facrurrazy

Ari Fiberglass

RAUP LABA BESAR SETELAH BOSAN JADI KARYAWAN

Di tengah system perekonomian Indonesia yang cenderung kurang stabil, salah satunya berimbas pada harga bahan baku pembuat kerajinan. Mahalnya harga bahan baku kerajinan seperti halnya kayu, menjadikan fiber glass sebagai salah satu alternatif untuk membuat berbagai macam kebutuhan kantor, rumah tangga atau pabrik.

Adalah Hari Toweka, pemilik perusahaan Ari fiberglass yang berada di kawasan Medaeng Surabaya. Perusahaan ini khusus memproduksi bahan-bahan dari fiberglass seperti box sampah, tanki/ tandon air, kursi, bak mandi, atap dan permainan anak-anak seperti prosotan, peluncuran waterboom dan playground.

Modal 10 Juta

Menilik kembali masa lalu Hari saat membuka bisnisnya, waktu itu Hari adalah seorang karyawan biasa. Sejak tahun 1987 dia telah bekerja pada sebuah perusahaan fiberglass milik pengusaha asing dari Singapura. Karena perusahaan tersebut mengalami kesulitan dalam hal perekonomian lalu bangkrut, Hari pun keluar dan bekerja lagi di tempat kerja dengan bidang serupa. Bosan menjadi karyawan, akhirnya tercetuslah ide untuk mendirikan sebuah home industri sesuai dengan keahliannya.

Pengalaman adalah guru yang paling berharga, setidaknya pepatah itulah yang patut menggambarkan kesuksesan Hari sekarang. Seperempat abad lebih dia telah menghabiskan waktunya untuk menjadi karyawan. Tahun 2001 akhirnya Hari memutuskan menjalankan bisnis fiberglass tanpa menuai kesulitan. Hari melihat peluang bisnis tersebut masih jarang di Surabaya, apalagi pekerjaan tersebut sudah menjadi bagian dari hidupnya. Meskipun hanya bermodalkan uang 10 juta dengan proses produksi di rumahnya waktu itu, bisnis fiberglass pun jalan meskipun tanpa adanya promosi alias order yang datang dari mulut ke mulut.

Kebanjiran Order

Waktu terus bergulir, bulan dan tahun turut berganti. Ari Fiberglass melenggang tanpa pesaing. Itu terbukti dengan banyaknya order yang masuk, baik dari instansi swasta maupun negeri. Dinas Perikanan pun sempat menjadi langganan untuk order beberapa tempat penampungan ikan. Sayangnya, alokasi dana untuk instansi negeri ini hanya turun setahun sekali jadi ordernya pun tak bisa continue. Kendati demikian, Ari Fiberglass tak kehabisan order. PT. Monodong Group, sebuah pabrik udang besar di Surabaya. Waktu itu bisnis udang sedang booming-nya, Ari Fiberglass kebanjiran order lagi untuk membuat puluhan box udang dan meja proses produksi. Dengan hanya 6 karyawan, tentu saja Hari Toweka sang pemilik kewalahan mengerjakan pesanan, akhirnya dia memanfaatkan warga sekitar Medaeng untuk turut membantu proses produksi. Tentunya dengan imbalan yang sesuai.

Selalu Optimis

Kini Kerajinan Fiberglass menjadi semakin terkenal seiring dengan permintaan pasar baik local maupun internasional. Banyak orang yang memanfaatkan peluang tersebut dan mendirikan perusahaan serupa. Disamping harga bahan bakunya ekonomis dibandingkan bahan baku lainnya, fiberglass pun sangat mudah dibuat dan dipasarkan. Berbagai produk dari fiberglass pun kini tak hanya seputar kursi, tandon, dan atap. Berbagai macam replica unik dan menarikpun kini bisa dijumpai dipasaran.

Ari Fiberglass kini tak sendiri, pesaing bisnis baru bermunculan. Ketika ditanya soal persaingan pasar, Hari mengaku tak pernah terpengaruh dengan apapun “Bisnis saya adalah bisnis jasa, saya baru memproduksi manakala ada order yag masuk. Tapi saya bersyukur, selama ini saya selalu mendapatkan order dan karyawan saya tidak sampai ada yang menganggur tiap harinya” ujarnya optimis.

Proses Produksi

Memang benar, seiring dengan permintaan aneka kerajinan seni dari bahan fiberglass membuat perajin banyak beralih ke produk itu. Terlebih lagi, meski semua bahan baku adalah barang impor, namun bahan tersebut sangat mudah didapatkan di toko toko kimia. Semisal untuk membuat kerajinan prosotan anak-anak, salah satu karyawan yang juga adik Ipar Hari yaitu Kusriadi menjelaskan bahwa bahan baku yang biasanya diperlukan adalah Resin, catalyst, pigmen – bahan bakunya cat, bubuk kalak dan beberapa lapis fiber glass. Alatnya pun cukup sederhana yaitu kuas dan compressor serta cetakan untuk mencetak produk sesuai dengan jenis dan ukuran yang diinginkan. Prosesnya pun cukup cepat, semua bahan kimia dicampur sambil diaduk setelah itu diletakkan di atas cetakan dan dibiarkan sampai kering. Kira kira 1 sampai 2 jam kerajinan prosotan bisa diangkat.

Biasanya Prosotan ini sering kita jumpai di sekolah-sekolah anak TK ataupun SD. Dan kalau pernah ke Taman Hiburan Remaja (THR) Surabaya, sebagian mainan anak anak tersebut adalah hasil karya Ari Fiberglass.

Kunci Sukses

Kesuksesan yang dialami Hari tentunya bukan tanpa proses, butuh kerja keras, tekun, dan tak kenal menyerah adalah kunci kesuksesannya. Meskipun hanya bermodalkan minim, namun kini Hari telah mampu membeli sebidang tanah tak jauh dari rumahnya di kawasan Medaeng. Lahan se ukuran 23 x 23 itu kini ditempatinya semenjak 2001 silam sebagai tempat produksinya. Biasanya sebulan Hari mengaku memproduksi sekitar 100 sampai 150 produk dengan omset sekitar 20 sampai 50 juta perbulan. Semua barangnya biasa dikirim sampai luar kota seperti Malang, Gresik, Yogyakarta bahkan luar pulau seperti Kalimantan dan Sulawesi.

Kesuksesan telah diraih, namun bukan berarti Hari berhenti berkreasi. Lelaki 40 tahun ini pun tak segan merangkul perusahaan serupa Toyo Fiberglass untuk memasarkan produknya. Namun ketika ditanya mengapa tidak membuat manajemen pemasaran sendiri? Lelaki 40 tahun ini mengaku bahwa dia tidak bisa dan tidak punya kemampuan untuk membuat manajemen pemasaran. Ulfie Fachrurrazy

Magistra Utama
MENGAWAL SISWA HINGGA MERAIH SUKSES

“Mbak, saya minta informasinya untuk daftar sekolah di sini buat putri saya,” pinta seorang ibu yang saat itu datang bersama dengan gadis muda di sampingnya. Dengan ramah, seorang petugas wanita berjilbab melayani tamu tadi. Ternyata ibu beserta anaknya berniat mendaftarkan putrinya untuk sekolah di Magistra Utama.
Ya, setelah hampir 13 tahun lamanya, Magistra Utama hadir sebagai salah satu lembaga berkualitas untuk memajukan pendidikan nasional terutama memberdayakan SDM warga Indonesia. Cita-cita luhur dalam mendirikan Magistra Utama, awalnya tercetus dari beberapa para mantan aktifis mahasiswa beberapa PTN yang getol dalam kegiatan kemahasiswaan. Resmi berdiri pertama kali pada tanggal 1 Juni 1996 di Malang, tak urung sudah ada 8 cabang yang tersebar di wilayah Jawa Timur.
Dengan mengutamakan kualitas pengajaran untuk menghasilkan lulusan potensial, lembaga ini telah meluluskan 29.507 anak didiknya hingga tahun angkatan ke 12. Sungguh suatu prestasi yang membanggakan, apalagi dalam kurun waktu 4 tahun saja, total ada 7.747 peserta program yang telah mendapatkan pekerjaan sebelum mereka di wisuda.

Insidentil
Eksistensi Magistra Utama memang sudah tidak diragukan lagi di dunia pendidikan. Itu terbukti dengan banyaknya berbagai kegiatan yang digelar, tidak hanya untuk peserta didiknya melalui kegiatan intra dan ekstra seperti kebanyakan lembaga lain. Akan tetapi eksistensi itu diwujudkannya dalam berbagai bentuk peran serta untuk memajukan dunia pendidikan melalui kegiatan yang dinamakan kegiatan insidentil- kegiatan berlangsung dalam jangka relatif pendek berupa pelatihan guru/karyawan sekolah, workshop, shortcourse, In House Training Karyawan, pembekalan ketrampilan siswa, bantuan/dukungan manajemen bagi sekolah, forum kegiatan pembinaan usaha kecil/menengah, dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut adalah gratis untuk setiap pesertanya. Tentu saja kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Magistra Utama disambut baik masyarakat, terutama bagi kalangan pendidik.
Penghargaan
Lembaga ini telah Terakreditasi A dari lembaga resmi LPK. Tak ayal, berbagai penghargaan bergengsi pun diraihnya, salah satunya adalah Magistra Utama didapuk sebagai Lembaga Penyelenggara Pelatihan Program Penanggulangan Pengangguran oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bahkan, tak tanggung-tanggung, penghargaan bergengsi ISO 9001:2000 sebagai The house of Candidate & School of Entrepreneur untuk Magistra Utama Pusat Malang. “Mendapatkan ISO 9001:2000 adalah suatu kebanggan, meskipun baru diberikan pada Magistra Utama Malang. Namun kami berjanji untuk mengimplementasikan itu pada semua cabang sehingga bisa menyeluruh,” ujar Totok Supriyanto S.Pd, MM., Direktur Operasional Magistra Utama.
Program Jurusan
Untuk menjawab kebutuhan bagi calon peserta pelatihan program, maka Magistra Utama selalu up to date baik dalam hal informasi, manajemen, maupun perkembangan jurusan. Di Magistra Utama, ada 11 jurusan yang siap menampung semua bakat dan kreasi yang diinginkan oleh masing masing peserta. Akuntansi perusahaan & Perpajakan, Perbankan & Keuangan, Administrasi perkantoran & Ekspor Impor, Sekretaris dan Manajemen Bisnis, Perhotelan & Pariwisata, Asisten Paramedis & Perawatan Kesehatan, Komputer Administrasi Rumah Sakit, Manajemen Informatika, Desain Grafis, Teknisi Komputer, dan Teknik Otomotif.
Berbagai kegiatan baik internal maupun eksternal-pun digelar, semua itu untuk menunjang keahlian dan keterampilan para siswanya.

Keunggulan

  1. Terakreditasi A dari lembaga akreditasi resmi LPK.
  2. Melayani dan membina peserta program belajar dan berlatih sampai terampildan membantu mendapatkan kompetensi guna meraih pekerjaan pertama sampai berhasil.
  3. Proses pendidkan dan pelatihan diatur dalam pedoman yang disahkan notaris, menjaga standar mutu Standar international ISO 9001:2000
  4. Partner Microsoft Corporation
  5. Mengutamakan pembinaan ahlak dan membimbing peserta program untuk memiliki spiritualitas yang mantap, agar mandiri, dewasa dan bertanggungjawab.
  6. Mencetak tenaga kerja terampil menuju pekerjaan pertama dan membentuk kader wirausaha menuju usaha pertama (young enterpreneur.

Visi & Misi Lembaga

Visi:

  1. Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia berkualitas yang berdedikasi tinggi dan berguna bagi umat dan bangsa.
  2. Memakmurkan bumi dan mencerahkan umat manusia dengan penyadaran dan ikhtiar pemberdayaan.

Misi :

1. Mencetak tenaga terampil dan berkemampuan profesional yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan pasar kerja.

2. mendidik dan melatih peserta selama 1 tahun untuk mendapatkan keterampilan sesuai program keahlian serta pemahaman tentang kepribadian dan etos kerja agar siap kerja di perusahaan.

3. mendidik dan melatih peserta program yang memiliki keterampilan ganda, keterampilan bidang keahlian pendukung melalui berbagai kegiatan shourt course yang diselenggarakan oleh lembaga.

4. membangun sikap mental positif dengan spirit 9 etos kerja unggul bagi setiap peserta didik dan pegawai

di Magistra Utama.Ulfie Fachrurrazy



 

blogger templates | Make Money Online