14 Juni 2008

Sudiono, DN Collection.
TAS SEHARGA 10 JUTA
BISA DIBELI DENGAN 100 RIBU SAJA.

Dua cewek muda itu asyik bercengkrama dengan temannya di sebuah mall ternama Surabaya. Dandanannya chick dan gaya abis, tangannya menggamit tas Louis Vitton dengan logo emas nya yang beken seantero jagat. Beberapa pasang mata mengamati gaya mereka, dan seorang wanita pun berdecak kagum: "Wuih, gila! Tasnya Louis Vitton, pasti mereka anak konglomerat”. Eits, tunggu dulu.
Jangan minder jika lihat tas Louis Vitton ditenteng mencolok oleh dua cewek tadi, belum tentu itu harganya 10 juta perak karena tas itu bisa jadi bikinan pengrajin kulit Tanggulangin, Sidoarjo. Palsu memang, tapi siapa yang bisa menebak. Jahitannya sungguh halus, logonyapun berkilau emas mentereng. Semuanya mirip dengan aslinya tanpa ada cacat sedikitpun. Mata terampil tidak akan bisa membedakan antara tas asli dengan imitasi jika ditaruh bersebelahan. Semua bahan nya dipalsukan plek seperti aslinya. Alhasil memang tidak ada bedanya melihat dari jauh apa bedanya tas asli seharga 10 juta perak dan tas imitasi bikinan Tanggulangin yang cuma 100 ribu saja.

Merek Ternama

Saat Wartwan Tabloid Kerja mampir ke sentra industri tas Tanggulangin, Sidoarjo, mata kita akan tercengang melihat begitu semerbaknya toko kecil menjual aneka kerajinan tas dari kulit asli maupun imitasi. Nyaris merk beken dunia akan mudah ditemui disini, Louis Vitton, Burberry, Guess, Prada, Gucci, Ettiene Eigner, Cristian Dior dll. Yah, Tanggulangin adalah sebuah tempat wisata berbelanja berbagai ragam tas dan koper. Disini adalah ujung tombak penjualan seluruh produk kerajinan kulit Tanggulangin yang sudah terkenal kepenjuru negeri bahkan luar negeri.

Jika kita mau menyusuri lebih jauh masuk kedalam desa, akan ditemui lebih banyak sentra home industri pengrajin kulit. Desa desa disini memang menopang hidupnya menjadi pengrajin kulit. Lantas mereka akan membuka toko kecil memasarkan produknya dijalan raya tersebut agar mudah dikunjungi calon pembeli.

Awal usaha

Adalah Sudiono, lelaki berumur 30 tahun ini sedari kecil ikut membantu orangtuanya membuat aneka kerajinan dari kulit, terutama tas. Bahkan saat SMP dan SMA-pun ia mengaku sudah cukup mempunyai uang jajan hasil dari nyambi kerja membuat tas. Ia mengaku dulunya dapat ongkos 2000 sampai 3500 perak per produk.

Kendati keahliannya membuat kerajinan tas sudah teruji, namun Sudiono masih belum berani untuk membuka toko sendiri untuk memasarkan produknya. Alasanya saat itu ia masih terbentur dengan modal. “Untuk buka toko harus punya stok barang minimal 100 produk, sedangkan saya masih belum mampu untuk memproduksinya. Saya butuh tenaga pengrajin minimal 5 orang, dan semuanya itu butuh modal,” Akunya.

Meskipun Sudino mengaku mempunyai lahan seukuran 6 x 7 meter, namun ia lebih memilih untuk menyewakannya pada seorang teman. Hasilnya, uang sewa itu bisa ia gunakan untuk membuat produksi tas, lalu ia titipkan ke beberapa toko yang tersebar di area Tanggulangin dengan sistem konsinyasi.

Selang beberapa tahun, usaha yang dilakukannya itu akhirnya membuahkan hasil. Produk yang ia titipkan itupun terjual habis, ia kemudian kewalahan memenuhi pesanan. Akhirnya pada tahun 1998, toko depan rumahnya itupun tidak dikontrakkan lagi. Sudiono memutuskan untuk membuka toko sendiri dengan nama DN Collection tepatnya di jalan Kendensari. Tidak hanya itu saja, dari hasil tabungannya memasarkan produk konsinyasi ke sesama rekan pengrajin, ia pun kini mampu mewujudkan cita-citanya mendirikan sebuah home industri dengan 10 orang karyawan untuk membantunya memproduksi pesanan tas. Dalam satu bulan saja ia mendapatkan omset sekitar 50 juta sampai dengan 60 juta. Omset segitu wajar saja didapat, karena satu produk tas bisa ia jual minimal seharga 100 ribu.

Asli tapi palsu

Pembeli akan merasa senang dan ketagihan untuk selalu berbelanja, terutama kaum wanita sebagai mahluk paling konsumtif. Rata-rata mereka akan puas dan ketagihan untuk membeli karena produk yang didapat adalah merek terkenal dengan harga ratusan juta rupiah, yang bisa didapatkan minimal hanya 10 persen-nya saja.

Kenyatan bahwa tas bikinan Sudiono itu sangat beken sebeken merek-nya karena pemilihan bahannya tak main-main. Pria yang baru 3 tahun menikah ini khusus memproduksi kerajinan tas dengan bahan oscar – bahan baku kulit paling bagus. Bahan ini memang mahal dan berbeda dengan bahan imitasi – bahan baku kualitas kedua. Setara dengan bahannya, produk yang ia jual pun agak lebih mahal dengan penampilan sempurna.

Sudiono sebagai pedagang tas tak perlu risau dengan banyaknya kompetitor yang menjajakan produk serupa di Tanggulangin. Memang ada sekitar 350 toko yang tersebar, namun ada sebuah organisasi yang mengaturnya dan sudah berjalan rapi sampai sekarang. Intako – Industri tas dan koper, sebuah koperasi yang berdiri awal sebelum toko-toko lainnya. Koperasi ini lah yang mengatur semua promosi dan memberikan patokan harga. Jadi semua toko tidak bisa mengobral harga seenaknya untuk menarik konsumen. Yang bisa mereka lakukan hanyalah membuat produk sebagus-bagusnya dengan tetap mengikuti trend fashion tas. Belakangan, tidak hanya tas, koper, jaket dan dompet saja yang diproduksi, tapi kini pengrajin sudah mulai memproduksi sandal dan sepatu kulit.

Italia pun kepincut Tanggulangin

Kesohornya Tanggulangin dalam hal kerajinan kulit konon sampai terdengar oleh negara lain seperti Pemerintah Italia yang mau mengucurkan pinjaman lunak sebesar Rp 150 milyar untuk mengembangkan industri sepatu Tanggulangin. Dana tersebut digunakan untuk membangun Pusat Pelatihan Persepatuan Kasual di sentra industri kerajinan kulit paling tersohor di Jatim itu. Dalam kerja sama tersebut, Pemerintah Italia sanggup membeli sepatu kasual yang diproduksi para perajin di Tanggulangin. Pada awalnya, para perajin akan bekerja dengan lisensi dari Italia yang akan dijual kembali didaratan Eropa. Langkah pemerintah Italia ini selain murni dalam hal bisnis juga menekan pembajakan merk yang marak dilakukan disini. Maklum, mereka pengrajin ulung, semua pesanan konsumen bisa dijiplak habis sama mereka.

Sayangnya, nama Tanggulangin kini semakin memudar seiring dengan imbas dari lumpur lapindo Porong Sidoarjo. Pengunjung semakin berkurang, alhasil produk hanya bisa dipasarakan keluar kota dan luar pulau saja. Otomatis omset yang didapatkan kini pun turun drastis sekitar 70%. Kenyataan itu tidak hanya dialami oleh Sudiono, akan tetapi oleh semua pengrajin Tanggulangin. “Saya hanya berdo’a semoga musibah lumpur ini cepat selesai dan tidak sampai menyebar,” pungkasnya. Ulfie Facrurrazy

0 Comments:

Post a Comment



 

blogger templates | Make Money Online