20 September 2008

SUKSES TANPA IMPIAN

Semua orang tahu, siapakah Anne Avantie sebagai sosok ikon kebaya Indonesia. Di balik kesuksesannya, sedikit orang yang tahu akan perjalan karirnya. Figur fesyen yang tertuang dalam setiap karyanya, terajut oleh pengalaman hidup yang sarat dengan perjuangan dan air mata.


Tak banyak yang tahu, di balik kesuksesan yang telah diraih Anne Avantie, ternyata dalam perjalanan karirnya, ia memiliki masa lalu yang cukup pahit. Kesuksesan yang saat ini ia renggut, ia lewati dengan banyak pengorbanan. Dalam sebuah wawancara di stasiun radio swasta yang bertemakan ‘The Famous Indonesian Designer’, pemilik nama asli Sianne Avantie ini, dalam perjalanan karirnya akrab ditemani dengan rintangan dan penderitaan.

Istri dari Joseph Henry ini mengaku, sejak dulu ia takut menggapai impiannya karena keterbatasan pendidikan. Ia hanya seorang lulusan SMA, dan tidak pernah mengenyam pendidikan tentang menjahit, memotong ataupun pecah mode. “Saya adalah sesorang yang tidak punya cita-cita, karena saya menyadari bahwa yang ada pada diri saya semuanya serba terbatas. Saya tidak pernah kuliah ataupun mengikuti kursus dan program keahlian apapun tentang mode. Saya dibesarkan dilingkungan keluarga yang tidak utuh. Saya memiliki keterbatasan yang sangat luar biasa daripada teman-teman saya lainnya,” Tutur Anne.


Talent

Kendati tak pernah mengenyam pendidikan tentang fesyen, namun darah seni yang mengalir di keluarganya, mengalir pula pada dirinya. Ketika duduk di bangku SMP, muncul kegemarannya pada dunia mode. Ia kerap melihat aktifitas ibunya, dan membantu menjahit. Tanpa disadari, belakangan darah seni itupun mengalir pada diri putri pertamanya Intan Avantie. “Kami ini keluarga seni, hobi saya sejak kelas 3 SMP, ibu suka buat baju tari, dan saya suka bantu ibu, kemudian kemampuan saya pun berkembang,” tutur wanita asal Semarang ini.

Sulung 3 bersaudara ini mengaku bahwa semua yang sudah didapat, ia awali dengan sebuah kebingungan, dimana ia harus belajar untuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarganya. Saat itu ia mengalami masa-masa yang sangat sulit, hingga setelah tamat SMA, keinginannya makin kuat untuk mengembangkan minatnya pada dunia mode. Lagi-lagi meskipun ia tak punya kemampuan menjahit atau bahkan membuat pola. “Saat itu saya berada pada kehidupan yang sangat-sangat sulit, pada tahun 1983 hingga 1985, kondisi keluaga saya sangat tidak mendukung karena banyaknya permasalahan. Saya dituntut untuk bagaimana caranya saya bisa mendapatkan uang untuk menafkahi keluarga, satu-satunya cara adalah dengan memfokuskan talent saya untuk bekerja,” kenangnya.


Akhirnya, dengan bekal keyakinan dan tekad yang kuat dari diri dan suaminya, ia mulai membuka usaha modiste yang diberi nama Griya Busana Permata Sari. Dengan hanya modal 3 mesin jahit manual, ia sangat yakin bahwa Tuhan akan memberikan jalan pada setiap umatnya yang mau berusaha keras. “Saya tidak bisa menjahit, memotong, atau pecah model, tapi saya punya keyakinan dan kepercayaan bahwa setiap manusia tidak akan pernah ditinggaklakn oleh Tuhan sejenggkal pun, tangan kita pasti akan dibimbing asal kita punya tujuan untuk mengabdi pada Tuhan lewat talent/ kemampuan yang kita miliki. Saya mengawali usaha saya, semuanya secara manual di garasi. Obras pun saya diluar karena saya belum memiliki mesin obras. Saat itu tidak ada keinginan ataupun cita-cita untuk menjadi seorang Desainer. Tujuan saya cuma ingin mencari nafkah, dapat uang untuk menafkahi anak2 saya, dan keluarga saya,” terangnya.


Cobaan

Seiring berjalannya waktu, usaha Anne semakin menanjak. Namun pada tahun 1993, ia mendapatkan sebuah cobaan yang sagat berat. Usaha yang telah dibangunnya dari awal, habis seketika manakala ia beralih melakukan bisnis jual beli permata. Anehnya, apa yang dialami Anne saat itu, ia rasakan menjadi masa yang sangat indah yang takkan pernah ia lupakan. Kendati ia harus mengawali lagi dari bawah, hinaan dan cercaan dari lingkungan sekitarnya, ia merasa masa itu menjadi kenangan yang tak mudah untuk dilupakan. Saat itulah, sebagai penganut Katolik yang taat, ia merasa semakin dekat pada Tuhan, dan iapun menjadi Anne Avantie yang sebenarnya. “Apa yang sudah saya capai, semuanya luluh lantak tak tersisa, saya kembali berada di titik nol. Tapi saat itu, saat yang sangat indah dalam hidup saya karena saya muncul sebagai pribadi yang sebanarnya. Saya benar-benar hidup di alam nyata, inilah hidup, tidak punya uang, dicai maki orang, ditekan, disingkirkan. Tapi disitulah, hati saya tumbuh berkembang dengan sangat bagus. Apa yang telah saya lalui di tahun 1993 sampai 1996 itu menjadi pelajaran yang sangat berharga, mungkin saya tidak akan bicara dan tidak akan pernah menyadari bahwa sebenarnya saya sangat rendah dimata Tuhan. Tuhan telah memberikan kepada saya berkah terselubung melalui penderitaan, dan masalah melalui yang saya hadapi. Sehingga saat ini saya tidak lagi bingung mencari materi, dan popularitas. Buat saya kepicikan cuma alat untuk menjadi sebuah pribadi yang munafik. Ulfie Fachrurrazy

2 Comments:

  1. Kreasi dari Bunda said...
    Mbak kalau gak bisa menjahit terus bikin pola juga ga bisa terus beli mesin jahit 3 buah untuk apa ya
    Kreasi dari Bunda said...
    Mbak kalau gak bisa menjahit terus bikin pola juga ga bisa terus beli mesin jahit 3 buah untuk apa ya

Post a Comment



 

blogger templates | Make Money Online